Kau tak akan pernah
mencapai gunung perak itu
yang tampak, seperti
kumpulan awan sukacita,
dalam cahaya malam
Kau tidak akan pernah
melintasi danau penuh garam
yang terus tersenyum
kepadamu
dalam kabut pagi.
Setiap langkah di jalan ini
akan membawamu semakin jauh
dari rumah, dari
bunga-bunga, dari musim semi.
terkadang bayangan awan
akan meneduhi jalanmu
terkadang kau mendapati
dirimu
beristirah di puing-puing
yang ditinggalkan kafilah.
(Jalaluddin Rumi)
Kereta kuda itu melaju
begitu cepat –hampir mendekati kecepatan cahaya, dan tak meninggalkan debu di
belakangnya. Di dalam kereta kuda itu Siswi Karina masih terus bertanya-tanya
di dalam hatinya seputar kejadian-kejadian aneh dan menakjubkan yang ia alami
sebelumnya itu. Perahu mungil dan empat peri yang menghilang tiba-tiba begitu
saja, dan juga hal-hal lainnya.
Ia pun memberanikan diri
untuk bertanya kepada pemilik kereta itu, “Siapakah engkau sebenarnya?” “Aku
Misyaila” jawab si empunya kereta ajaib tersebut. Mendengar nama itu, Siswi
Karina teringat nama pelukis dan seniman yang karya lukisannya pernah ia lihat di tempat ia
bekerja, Michelangelo, yang jika diterjemahkan, nama itu artinya adalah
malaikat Mikhail.
Sembari berbincang itu,
tanpa terasa mereka pun telah sampai di sebuah telaga yang di atasnya berdiri
dengan rapihnya barisan rumah-rumah indah yang belum pernah ia lihat.
Saat itu Siswi Karina pun
mendengar sayup-sayup suara musik, yang ia berusaha menduga dari mana musik tersebut.
Ia seakan mendengar petikan-petikan suara harpa, alunan biola, dan komposisi
cello, meski menurutnya itu semua hanya mirip saja.
Tempat di mana kini ia
berada itu memang lebih mirip sebuah lukisan naturalis –sebuah telaga raksasa
dengan rumah-rumah ajaib di atasnya. Lembah-lembah, savanna-savana, dan
bukit-bukit yang dipenuhi tumbuhan dan binatang-binatang yang juga belum pernah
ia lihat.
Ada unggas-unggas berwarna
hijau. Ada kambing-kambing yang memiliki sepasang tanduk hijau dan memiliki
sepasang sayap di punggung mereka. Ada capung-capung yang ukuran tubuhnya sama
dengan burung-burung dan memiliki sepasang sayap berwarna merah terang. Semua
itu membuat Siswi Karina takjub.
Siswi Karina pun melihat
Unicorn berwajah lelaki tampan, yang tersenyum ke arahnya saat ia memandang
Unicorn tersebut. Unicorn itu memiliki sepasang sayap berwarna hijau di
punggugnnya –sepasang sayap yang menakjubkan.
Karena masih didera
keheranan sekaligus kekaguman, Siswi Karina pun berusaha memuaskan sepasang
matanya untuk melihat dan mengetahui segala yang ada di sekitaran telaga
raksasa itu. Bagaimana ternyata rumah-rumah yang seakan mengambang di telaga
itu dihuni oleh manusia-manusia yang lebih kecil dari ukuran tubuh dirinya,
namun memiliki wajah-wajah yang cantik, menawan, dan tampan.
“Semua ini sudah ada
sebelum engkau ada”, ujar si pemilik kereta kuda super cepat itu kepada Siswi
Karina, yang seakan mengingatkan dirinya bahwa dirinya memiliki seorang sahabat
dan tidak sendirian.
Hak cipta (c) pada Sulaiman Djaya
Hak cipta (c) pada Sulaiman Djaya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar