Oleh
Ronald C. Lasky (Sumber: Special Edition Scientific American – A Matter of
Time, 2006, hal. 21-23)
Waktu tak boleh dianggap praeksis dalam pengertian apa pun; ia
adalah kuantitas yang dibuat. (Hermann Bondi)
Sebagaimana bunyi pepatah, “Waktu adalah
relatif”, mungkin tidak setenar “Waktu adalah uang”. Tapi gagasan bahwa waktu
mencepat atau melambat tergantung pada seberapa cepat suatu objek bergerak
relatif terhadap objek lain sudah pasti tergolong sebagai salah satu
pengetahuan Albert Einstein yang paling terinspirasi [oleh pepatah tersebut].
Istilah “dilasi waktu” dibuat untuk
menggambarkan pelambatan waktu akibat gerakan. Dan untuk mengilustrasikan efek
dilasi waktu, dia mengajukan sebuah contoh—paradoks kembar—yang jelas merupakan
eksperimen pikiran paling terkenal dalam teori relativitas. Dalam paradoks ini,
salah seorang dari dua saudara kembar bergerak mendekati kecepatan cahaya
menuju sebuah bintang jauh dan kemudian pulang ke Bumi. Relativitas mendikte bahwa
ketika dia kembali, dia lebih muda dari kembaran identiknya.
Overview
Kita sudah menganggap bahwa waktu berdetak pada laju
yang sama untuk setiap orang. Tapi teori relativitas Einstein menunjukkan bahwa
asumsi ini tidak benar sama sekali.
Kasus klasik disparitas waktu adalah saudara
kembar—yang salah satunya meninggalkan Bumi dan melakukan perjalanan
pulang-pergi ke sebuah bintang mendekati kecepatan cahaya, dan saat pulang
berumur jauh lebih muda dari saudaranya. Selisih umur ini hanya kelihatan
ketika jarak yang panjang ditempuh pada kurang-lebih kecepatan cahaya.
Paradoksnya terletak pada pertanyaan “Mengapa saudara
kembar yang berpergian [ke angkasa] lebih muda?” Relativitas khusus memberitahu
kita bahwa sebuah jam yang diamati, yang bepergian pada kecepatan tinggi
melewati seorang pengamat, terlihat berjalan lebih lamban—yakni, ia mengalami
dilasi waktu. (Banyak dari kita memecahkan persoalan jam bepergian ini dalam
ilmu fisika tingkat dua di universitas, untuk mendemonstrasikan salah satu efek
sifat absolut kecepatan cahaya.) Karena relativitas khusus menyatakan bahwa
tidak ada gerak absolut, bukankah saudara kembar yang bepergian ke bintang juga
akan melihat jam saudaranya di Bumi bergerak lebih lamban? Jika demikian,
bukankah mereka berdua akan berumur sama?
Paradoks ini dibahas dalam banyak buku tapi hanya
dipecahkan sedikit. Tipikalnya dijelaskan bahwa orang yang merasakan
akselerasi/percepatan adalah orang yang lebih muda di akhir perjalanan;
karenanya, si kembar yang bepergian ke bintang berumur lebih muda. Walaupun ini
benar, penjelasannya menyesatkan. Beberapa orang dapat berasumsi keliru bahwa
akselerasi menyebabkan selisih usia tersebut dan bahwa teori relativitas umum,
yang berurusan dengan kerangka referensi yang berakselerasi atau non-lembam,
dibutuhkan untuk menjelaskan paradoks. Tapi akselerasi yang dibuat si pelancong
adalah insidental, dan paradoks dapat diurai oleh relativitas khusus saja.
Perjalanan
Antariksa yang Panjang dan Aneh
Mari kita asumsikan bahwa kedua saudara kembar,
dipanggil “si pelancong” dan “si rumahan”, tinggal di Hanover, N.H.. Hasrat
mereka dalam berkelana berbeda, tapi memiliki keinginan yang sama untuk
membangun kapal antariksa yang bisa mencapai 0,6 kali kecepatan cahaya (0,6 c).
Setelah mengerjakan kapal selama bertahun-tahun, mereka siap meluncurkannya,
diawaki oleh si pelancong, menuju sebuah bintang yang jauhnya 6 tahun-cahaya.
Kapalnya akan berakselerasi dengan cepat sampai
kecepatan 0,6 c. Untuk mencapai kecepatan tersebut, diperlukan lebih
dari 100 hari pada akselerasi 2 g. 2 g adalah dua kali akselerasi gravitasi,
hampir sama dengan yang dialami seseorang dalam tekukan tajam pada roller
coaster. Namun, seandainya si pelancong adalah elektron, dia dapat
berakselerasi sampai 0,6 c dalam sepecahan detik. Karenanya, waktu yang
dibutuhkan untuk mencapai 0,6 c tidaklah esensial untuk argumen.
Si pelancong memakai persamaan kontraksi-panjang
relativitas khusus untuk mengukur jarak. Jadi bintang yang menurut si rumahan 6
tahun-cahaya jauhnya, terlihat hanya berjarak 4,8 tahun-cahaya menurut si
pelancong berkecepatan 0,6 c. Oleh karena itu, bagi si pelancong,
perjalanan ke bintang tersebut hanya memakan waktu 8 tahun (4,8/0,6), sementara
menurut kalkulasi si rumahan diperlukan waktu 10 tahun (6,0/0,6). Untuk
memecahkan paradoks kembar ini, kita perlu mempertimbangkan bagaimana
masing-masing saudara kembar memandang jam dirinya dan jam kembarannya selama
perjalanan. Mari kita asumsikan bahwa masing-masing saudara kembar mempunyai teleskop
sangat hebat yang memperkenankan observasi demikian. Yang mengejutkan, dengan
fokus pada waktu yang dibutuhkan cahaya untuk berjalan di antara dua saudara
kembar, paradoks bisa dijelaskan.
Baik si pelancong maupun si rumahan menyetel jam
mereka pada nol ketika si pelancong meninggalkan Bumi menuju bintang. Saat si
pelancong mencapai bintang, jamnya mencatat 8 tahun. Tapi saat si rumahan
melihat si pelancong mencapai bintang, jam si rumahan mencatat 16 tahun.
Mengapa 16 tahun? Karena, menurut si rumahan, kapal memakan waktu 10 tahun
untuk menggapai bintang, dan cahaya memerlukan 6 tahun tambahan untuk kembali
ke Bumi guna menunjukkan si pelancong di bintang. Jadi, dipandang lewat
teleskop si rumahan, jam si pelancong terlihat berjalan pada setengah kecepatan
jamnya (8/16).
Sewaktu si pelancong mencapai bintang, dia
membaca jamnya mencatat 8 tahun seperti tadi disebutkan, tapi dia melihat jam
si rumahan adalah sebagaimana keadaannya 6 tahun lalu (jumlah waktu yang
diperlukan cahaya dari Bumi untuk mencapai dirinya), atau mencatat 4 tahun
(10-6). Jadi si pelancong juga memandang jam si rumahan berjalan pada setengah
kecepatan jamnya (4/8).
Dari Kembaran menjadi Adik
Dalam perjalanan pulang, si rumahan memandang
jam si pelancong berjalan dari 8 tahun ke 16 tahun dalam waktu 4 tahun saja,
karena jamnya mencatat 16 tahun saat melihat si pelancong meninggalkan bintang
dan akan mencatat 20 tahun saat si pelancong tiba di rumah. Jadi si rumahan
kini melihat jam si pelancong maju 8 tahun dalam 4 tahun waktu dia; dua kali
lebih cepat dari jamnya.
Sewaktu si pelancong pulang, dia melihat jam
si rumahan maju dari 4 tahun ke 20 tahun dalam 8 tahun waktu dia. Oleh karena
itu, dia juga melihat jam saudaranya maju dua kali lebih cepat dari jamnya.
Namun mereka berdua sependapat bahwa di akhir perjalanan, jam si pelancong
mencatat 16 tahun dan jam si rumahan mencatat 20 tahun. Jadi si pelancong lebih
muda 4 tahun.
Keasimetrian dalam paradoks ini adalah bahwa
si pelancong meninggalkan kerangka referensi Bumi dan pulang, sementara si
rumahan tak pernah meninggalkan Bumi. Keasimetrian lain adalah bahwa si
pelancong dan si rumahan sependapat dengan catatan pada jam si pelancong di
setiap peristiwa, tapi mereka tidak sependapat mengenai catatan pada jam si
rumahan di setiap peristiwa. Aksi si pelancong menentukan peristiwa.
Efek Doppler dan relativitas bersama-sama
menjelaskan efek ini secara matematis pada setiap jenak. Pembaca harus juga
mencatat bahwa kecepatan jam yang diamati tergantung kepada apakah jam tersebut
sedang bergerak menjauh atau mendekati pengamat.
Terakhir, kita harus mengatakan bahwa paradoks
kembar hari ini lebih dari sekadar teori, sebab landasannya telah
dikonfirmasikan berdasarkan eksperimen secara meletihkan. Dalam salah satu
eksperimen, umur pembusukan muon memverifikasi eksistensi dilasi waktu. Muon
diam (stationary
muon) mempunyai umur sekitar 2,2 mikrodetik. Saat bergerak melewati
seorang pengamat pada kecepatan 0,9994 c, umurnya meregang menjadi 63,5 mikrodetik, persis
sebagaimana diprediksi oleh relativitas khusus. Eksperimen-eksperimen di mana
jam atom diangkut pada kecepatan berubah-ubah juga telah memberikan hasil yang
mengkonfirmasi relativitas khusus dan paradoks kembar.
Thank's, good article
BalasHapus