Radar Banten, 23 Maret 2015
Dalam tulisannya yang membahas tentang nilai
penting fisika dan kerja saintifik Albert Einstein, Kim Michaels menyatakan:
“Fisikawan Kuantum telah menunjukkan (melalui percobaan yang tak terhitung
jumlahnya) bahwa apa yang kita sebut partikel sub-atomik dapat berperilaku baik
sebagai gelombang maupun partikel. Apakah mereka berperilaku sebagai satu
atau yang lain, tampaknya tergantung pada bagaimana kita ingin mengamati
mereka. Dengan kata lain, jika seorang fisikawan sedang mencari sebuah partikel,
entitas sub-atomik berperilaku sebagai sebuah partikel. Jika fisikawan sedang
mencari gelombang, entitas sub-atomik berperilaku sebagai gelombang”.
Kita tahu, dalam dunia fisika kita mengenal
adanya dimensi ekstra, di mana menurut fisika partikel setidaknya ada sepuluh
dimensi ruang dan demensi waktu yang ada dalam penciptaan alam semesta. Jika
ruang yang kita tempati ini adalah ruang material tempat planet-planet dan
galaksi-galaksi, maka dimensi di luar dimensi kita adalah ruang immaterial.
Sementara itu dunia kita adalah tiga dimensi ruang dan waktu –dunia yang kita
tempati saat ini, hingga kita bisa melihat benda-benda yang berada di dimensi
kita. Sedangkan enam dimensi lainnya ada di alam semesta sebagai dimensi yang
sangat kompak yang membungkus dimensi kita.
Ruang 3 dimensi dibungkus oleh ruang 4 dimensi,
anggap saja ini adalah lapisan pertama. Ruang 4 dimensi dibungkus oleh ruang 5
dimensi, anggap saja ini adalah lapisan kedua. Ruang 5 dimensi dibungkus oleh
ruang 6 dimensi, anggap saja ini adalah lapisan ketiga. Ruang 6 dimensi
dibungkus oleh ruang 7 dimensi, anggap saja ini adalah lapisan keempat. Ruang 7
dimensi dibungkus oleh ruang 8 dimensi, anggap saja ini adalah lapisan kelima.
Ruang 8 dimensi dibungkus oleh ruang 9 dimensi, anggap saja ini adalah lapisan
keenam. Ruang 9 dimensi dibungkus oleh ruang 10 dimensi, anggap saja ini adalah
lapisan ketujuh.
Berdasarkan hal itu, misalnya, makhluk di ruang
dimensi 3 tidak akan bisa melihat makhluk yang ada di ruang dimensi 4, tetapi
ini tidak berlaku sebaliknya, sedangkan makhluk di ruang dimensi 4 bisa melihat
makhluk di ruang dimensi 3, begitu seterusnya –yang pada dasarnya makhluk di
suatu dimensi tidak akan mampu melihat makhluk yang berada di dimensi yang
lebih tinggi, sedangkan makhluk di dimensi yang lebih tinggi akan mampu melihat
makhluk yang berada di dimensi lebih rendah. Dengan demikian misalnya ada
makhluk di ruang dimensi 5, maka dia bisa melihat makhluk di ruang dimensi 4
dan 3. Dan begitulah seterusnya.
Untuk Mempermudah Memahaminya Dapat Kita
Uraikan Seperti Ini: Bayangkan kita sebagai pengamat alam semesta yang di
dalamnya hanya berisi dua dimensi ruang (katakanlah x dan y), sehingga perlu
satu dimensi lagi (katakanlah z) dari pada makhluk-makhluk yang hidup di
dalamnya di dua alam dimensional ini. Katakanlah Budi memandang Roni, maka Budi
hanya melihat satu sisi Roni dalam satu waktu (bagian depan, bagian belakang,
samping kiri ataukah samping kanan) tergantung di mana posisi Budi, yang
bentuknya hanya bidang, Budi tidak akan mampu melihat Roni secara utuh dalam
satu waktu. Untuk mengetahui Roni secara utuh maka Budi harus mengelilingi
Tubuh Roni, sehingga gambaran tubuh Roni secara utuh hanya ada pada pikiran
Budi. Meskipun demikian, sebagai pengamat, dari dunia tiga dimensional kita
bisa melihat Budi dan Roni secara keseluruhan. Andai Budi atau Roni bersembunyi
di dalam kamar, maka kita sebagai pengamat masih bisa melihatnya karena dinding
temboknya tidak meluas ke dimensi kita, tetapi mereka tidak bisa melihat kita
sebagai pengamat.
Dengan memahami tentang ruang dimensional ini,
kita bisa memahami mengapa malaikat dan Tuhan tidak bisa kita lihat.
Sebagaimana ditegaskan dalam surat Al-An’am ayat 103 Allah SWT berfirman: “Dia
tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedangkan Dia dapat melihat segala
yang kelihatan dan Dia yang Maha halus lagi Maha mengetahui.” Demikianlah,
jika kita percaya dan menyakini bahwa alam semesta ini adalah ciptaan Tuhan,
maka kesepuluh dimensi yang membentuk alam semesta dijalankan oleh Tuhan.
Karena Dia yang telah menciptakan Dimensi Ruang dan Dimensi Waktu di alam
semesta ini. Kita yang berada di ruang dimensi 3 dan waktu, tidak akan mampu
melihat segala sesuatu yang berada di ruang dimensi 4 sampai dengan 10, kecuali
jika ada makhluk dari dimensi lain yang masuk ke dalam dimensi kita. Apalagi
melihat yang menjalankan dan menciptakan dimensi-dimensi ruang dan waktu
tersebut, yaitu Tuhan. Tuhan tidak butuh dimensi untuk memempatkan di mana
diri-Nya, karena Dia ada sebelum dimensi ruang dan waktu tercipta dan Tuhan Kuasa
untuk melihat seluruh makhluknya tanpa terkecuali.
Hal itu pun selaras dengan Teori Medan Kuantum
yang menggambarkan bahwa semua benda yang ada merupakan keadaan atau pola dari
energi yang terisolasi dan dinamis. Keadaan latar belakang dari energi yang
tidak tereksitasi juga disebut hampa kuantum (Quantum Vacuum).
Suatu benda ketika diikat menjadi banyak ikatan (dieksitasi menjadi berbagai
energi), akan tampak sebagai manifestasi yang banyak. Semua benda yang ada
adalah hasil eksitasi ruangan hampa kuantum, sehingga ruang hampa ada sebagai
pusat dari segala benda. Energi ruangan hampa mendasari sekaligus menembus
kosmos. Karena diri kita sendiri bagian dari kosmos, energi ruang hampa pasti
mendasari dan memasuki diri kita. Tidak ada pusat kosmik tertentu dalam fisika
Newton, gaya gravitasi hanyalah kekuatan yang hadir di antara benda atau materi
di mana pun berada. Di sini, kita perlu merenungkan firman Allah swt yang
(terjemahannya) berbunyi: “Sesungguhnya urusan (–perintahNya), apabila Dia
menghendaki sesuatu (terjadi dan menjadi), Dia berfirman, “Jadilah!”. Maka
jadilah" (–sesuatu itu) (al Qur’an Surah Yaasin: 82).
Singkatnya, sebelum menyudahi tulisan ini, kita
perlu merenungkan sabda Nabi Muhammad saw yang menegaskan bahwa kita, ummat
Islam, dapat mengenali Tuhan kita dengan melihat dan memikirkan atau
merenungkan ayat-ayat (tanda-tandaNya), baik yang tekstual maupun yang
kauniyah, bukan dengan memikirkan zat-Nya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar