“Suatu ketika hiduplah seorang wanita bernama Bright
–dan ia berkelana melampaui kecepatan cahaya. Suatu hari ia berangkat, dengan
kecepatan relatif terhadap waktu, dan kembali pada malam sebelum keberangkatan”
(dalam Lawrence M. Krauss, Physics of Star Trek).
Di jaman ini, alias di era
internet atau jaman cyberspace, sains tentulah tidak lagi eksclusif miliki
komunitas para ilmuwan semata, di saat jagat informasi mudah diakses oleh siapa
saja dengan hanya perlu jarak dari ujung jari-jemari tangan pada keyboard. Begitu
pun, sedapat mungkin upaya mengkomunikasikan sains dapat diminimalisir dari
dominasi rumus-rumus rumit matematis yang tak dijangkau publik luas, apalagi
bagi mereka yang ingin membaca dalam rangka rehat dan mencari kesenangan di
waktu luang, termasuk tentang yang berbau kuantum, sebagaimana esai singkat
ini.
Baiklah kita mulai dengan
pertanyaan yang umum dan sederhana yang lazimnya ingin diketahui orang tentang
sesuatu: Apa itu teori kuantum, yang belakangan meramaikan jagat sains? Fisika
kuantum awalnya dikembangkan oleh Max Planck untuk mengenali sifat atom.
Mulanya, pengembangan kuantum dilakukan sebagai upaya untuk menjawab berbagai
fenomena yang tidak mampu dijelaskan oleh Fisika Klasik yang dipelopori Sir Isaac
Newton melalui teori gravitasinya yang terinspirasi dari musibah kecil saat ia
tertimpa buah apel ketika tengah duduk di bawah pohon tersebut. Namun, seiring
perkembangan waktu, teori ini justru menjadi fenomena baru yang mendorong ke
arah fisika modern.
Demikianlah selanjutnya,
seorang fisikawan jenius yang kemudian amat masyhur di abad ke-20, yaitu Albert
Einstein, memperkenalkan teori relativitas yang awalnya berbentuk teori
relativitas khusus (disebut khusus karena dibatasi oleh karakter tertentu agar
dapat berlaku) menjadi teori relativitas umum. Teori relativitas umum mampu
menjelaskan berbagai fenomena alam semesta terkait gravitasi dan menjawab
pertanyaan mengenai “Orbital Merkurius” yang cenderung berbeda dengan
planet-planet lainnya di tata-surya.
Tak disangka, fenomena
teori relativitas memunculkan penjelajahan baru dan luas di bidang fisika
dimana ukuran materi penelitian berada pada skala atomik. Sejumlah fisikawan
lain pun, seperti Niels Bohr, Wolfgang Pauli, Erwin Schrodinger, Werner
Heisenberg, kemudian memunculkan alias melahirkan ragam teori baru yang membuka
cakrawala akan pemikiran pada skala atomik tersebut.
Seiring dengan
perkembangan teori dan hasil penelitian di bidang kuantum inilah, para ilmuwan
kuantum mendapati fakta yang sulit diterima akal sehat dimana energi
kuantum mengandung unsur probabilistik, tidak memenuhi konsep separabilitas dan
lokalitas. Dan Albert Einstein, sang jenius yang merupakan salah satu dedengkot
atawa salah seorang pioneer penelitian kuantum itu pun, tidak bisa menerima
kenyataan bahwa teori kuantum ternyata tidak bersifat deterministik sebagai
ungkapannya yang masyhur: “Tuhan tidak sedang bermain dadu”.
Dan di kemudian hari,
Albert Einstein pun menerbitkan makalah tentang percobaan imajiner dengan
meminta kita membayangkan setumpuk serbuk mesiu, karena ketidakstabilan
beberapa partikel, akan terbakar suatu ketika. Di sini, persamaan mekanika
kuantum menjelaskan paduan antara sistem yang belum dan sudah meledak. Namun,
kenyataannya, belum tentu seperti itu. Karena, sebagaimana dimaklumi, tidak ada
kondisi perantara antara meledak dan belum meledak.
Syahdan, analogi serbuk
mesiu tersebut ternyata mendorong alias memotivasi kuriositas Erwin Schrodinger
mengeluarkan ide eksperimen yang ternyata lebih meyakinkan dibanding analogi
serbuk mesiu-nya Albert Einstein. Dan berikut eksperimen imajiner ala Erwin Schrodinger itu:
“Anggaplah terdapat seekor
kucing yang terkurung dalam ruang baja, bersama alat pencacah Geiger (pengukur
radiasi ionisasi) yang diberi sedikit zat radioaktif yang sangat sedikit. Dalam
satu jam, salah satu atom meluruh, tetapi juga kemungkinan tidak. Jika atom
meluruh, tabung pencacah tersebut melepas muatan zat yang melalui relasi yang
terhubung sehingga mendorong palu di dalam ruang baja untuk memecahkan tabung
percobaan kecil berisi asam hidrosianida. Jika ruang baja tersebut dibiarkan
selama satu jam, kita akan mengatakan bahwa kucing itu masih hidup jika saat
itu tidak ada atom yang luruh. Fungsi-psi seluruh sistem tersebut akan menunjukkan
hal ini dengan kucing mati dan hidup yang tercampur atau tumpang tindih di
dalamnya.”
Eksperimen imajiner Erwin
Schrodinger ini pun tak pelak lagi menjadi fenomena yang mengejutkan di dunia
fisika karena mempertanyakan realitas teori kuantum yang cenderung tidak
rasional terhadap dunia nyata. Berdasarkan pemahaman teori kuantum yang saat
itu sedang berkembang, kucing akan berada pada kondisi hidup dan mati sekaligus
sampai diamati kondisi yang sebenarnya terjadi pada kucing.
Dan seperti kita tahu,
hingga saat ini, sebenarnya, belum pernah dilakukan eksperimen sesungguhnya
yang berbentuk kucing, tikus, kelinci, atau bahkan kutu (yang biasanya hidup makmur
di rambut lebat manusia dan bulu rimbun para binatang). Namun pemikiran Erwin
Schrodinger tersebut telah mendorong eksperimen lain di bidang fisika kuantum
untuk membuktikan karakter fisika kuantum sebenarnya berdasarkan rekonstruksi
eksperimen-eksperimen imajiner yang dilakukan oleh Einstein dan Schrodinger.
Singkatnya, terdapat
berbagai interpretasi atawa tafsir eksplanatif terhadap eksperimen analogi yang
dilontarkan Erwin Schrodinger. Teori ini menimbulkan paradoks yang bahkan
menimbulkan pemikiran ruang dan waktu yang bersifat paradoks pula, dimana setiap
kejadian memiliki alternatif kejadian berikut yang berbeda. Pemahaman tersebut
memungkinan seseorang memiliki berbagai alternatif jalan hidup dengan kombinasi
cerita yang berbeda-beda.
Begitupun, Kucing
Schrodinger acapkali dilibatkan dalam karya seni populer seperti komik, film,
kartun, serial televisi, hingga sastra kontemporer. Dan dalam hal ini, kita
barangkali hanya bisa berdoa, semoga kucing Schrodinger tetap baik-baik saja
alias tidak mati atau terluka meskipun berkali-kali digunakan dalam eksperimen
imajiner para ahli fisika, bahkan para penulis dan seniman.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar