“Ketika aku mampu melihat
dengan begitu jelas
telah engkau bangun dengan
penuh kasih sayang
bilik yang begitu besar –untuk
rumah
segala kesenanganmu.
Bahkan engkau telah
membentengi tempat lusuhmu
dengan pasukan-pasukan
bersenjata
dan anjing-anjing ganas
untuk melindungi hasratmu”
(Hafiz dari Syiraz,
Persia)
Negeri Telaga Kahana, di
mana Siswi Karina dan Misyaila menginap dan makan bersama di rumah Zipora itu,
adalah negeri yang damai dan dihuni oleh penduduk yang hatinya dipenuhi cinta
dan kasih-sayang kepada segenap yang hidup dan mencintai alam serta lingkungan
mereka. Meskipun demikian, negeri itu pun tak luput dari invasi mereka yang
hidupnya didasarkan pada nafsu kekuasaan dan hasrat untuk menguasai dan
menaklukkan.
Hari itu, seperti yang
telah diniatkan, Misyaila mengarahkan tongkat ajaibnya pada suatu tempat, dan
seketika kereta kuda yang sebelumnya dinaikinya bersama Siswi Karina muncul di
hadapan mereka. Kali ini mereka akan kembali bertualang ke sebuah negeri, yang
tentu saja, tidak pernah diketahui atau dikunjungi Siswi Karina.
Kereta kuda itu melesat
begitu cepat setelah mereka berada di dalamnya. Suatu keajaiban lainnya adalah
bahwa delapan kuda putih yang masing-masing memiliki sepasang tanduk kristal di kepala mereka itu seakan begitu saja telah mengerti tujuan mereka
melalui semacam telepati dengan Misyaila. Semacam ilmu laduni yang dimiliki
oleh mereka yang memiliki kedekatan dengan Tuhan.
Mereka melewati
gunung-gunung, rawa-rawa, lembah-lembah, dan hutan-hutan aneh yang ditumbuhi
pohon-pohon raksasa. Meskipun demikian, kereta kuda itu seperti terbang dan
agak mengambang melewati hutan-hutan, mengambang di rawa-rawa, atau sesekali
seperti berlari dengan begitu cepat di antara lembah-lembah dan kelokan-kelokan
pegunungan.
Ternyata negeri yang
hendak mereka tuju dan hendak mereka selidiki itu begitu jauh –sebuah negeri
yang diberi nama oleh para penghuninya, yaitu kaum yang menyukai kekuasaan dan
perang, dengan nama Negeri Amarik.
Negeri itu begitu
mempesona, di mana tempat-tempat tinggal para penghuninya menjulang tinggi. Di negeri
itu juga terdapat kawasan-kawasan khusus megah yang hanya boleh ditinggali para
prajurit, sementara di kawasan-kawasan khusus lainnya terdapat semacam
pabrik-pabrik dan gedung-gedung yang senantiasa menciptakan senjata super
canggih.
Hasrat berkuasa dan
menguasai negeri-negeri lain membuat para penduduk atau penghuni negeri itu
begitu ulet mengembangkan tekhnologi persenjataan dan melakukan riset-riset dan
inovasi-inovasi persenjataan. Negeri itu dipimpin oleh seorang yang gila perang
dan memiliki hasrat berkuasa yang sangat besar, yang bernama Jarjus Bushan,
seorang pemimpin yang anehnya sangat idiot.
Dan yang membuat Misyaila
kaget adalah negeri itu ternyata dibentengi oleh semacam kubah cermin
maha-raksasa yang senantiasa menampakkan kilatan-kilatan cahaya, mirip
gelombang-gelombang kilatan listrik, hingga Misyaila hanya bisa melihat
sebagian kecil Negeri Amarik yang menakjubkan dan super canggih itu lewat
kejernihan kubah pelindungnya tersebut.
Dari ketinggian pegunungan
di mana mereka berhenti itu, Misyaila pun tahu bahwa negeri itu dilindungi oleh
benteng yang sangat tebal dan tinggi, dan mereka dapat melihat sebuah menara
besar yang sangat tinggi terletak di negeri tersebut. Jika negeri itu dilindungi
kubah raksasa, dari manakah para penduduknya bisa keluar ketika mereka
melakukan invasi ke negeri-negeri lain? Demikian kira-kira yang jadi pertanyaan
Misyaila di batin-nya. Dan tentu saja, rasa heran dan ketakjuban serupa juga
dirasakan oleh Siswi Karina.
Demi menyelidiki dan
meneliti negeri tersebut, dan tentu saja dengan sangat hati-hati, agar tidak
ketahuan para spion negeri tersebut, Misyaila dan Siswi Karina memutuskan untuk
menuruni gunung di mana kereta kuda mereka ditinggalkan –dan tentu saja,
menghilang begitu saja bila tak dibutuhkan, dan akan hadir bila dibutuhkan.
Hak cipta © pada Sulaiman Djaya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar