Rabu, 04 Maret 2015

Siswi Karina di Negeri Para Peri –Bagian Keempat





“Ketika aku mampu melihat dengan begitu jelas
telah engkau bangun dengan penuh kasih sayang
bilik yang begitu besar –untuk rumah
segala kesenanganmu.
Bahkan engkau telah membentengi tempat lusuhmu
dengan pasukan-pasukan bersenjata
dan anjing-anjing ganas
untuk melindungi hasratmu”

(Hafiz dari Syiraz, Persia)



Negeri Telaga Kahana, di mana Siswi Karina dan Misyaila menginap dan makan bersama di rumah Zipora itu, adalah negeri yang damai dan dihuni oleh penduduk yang hatinya dipenuhi cinta dan kasih-sayang kepada segenap yang hidup dan mencintai alam serta lingkungan mereka. Meskipun demikian, negeri itu pun tak luput dari invasi mereka yang hidupnya didasarkan pada nafsu kekuasaan dan hasrat untuk menguasai dan menaklukkan.

Hari itu, seperti yang telah diniatkan, Misyaila mengarahkan tongkat ajaibnya pada suatu tempat, dan seketika kereta kuda yang sebelumnya dinaikinya bersama Siswi Karina muncul di hadapan mereka. Kali ini mereka akan kembali bertualang ke sebuah negeri, yang tentu saja, tidak pernah diketahui atau dikunjungi Siswi Karina.

Kereta kuda itu melesat begitu cepat setelah mereka berada di dalamnya. Suatu keajaiban lainnya adalah bahwa delapan kuda putih yang masing-masing memiliki sepasang tanduk kristal di kepala mereka itu seakan begitu saja telah mengerti tujuan mereka melalui semacam telepati dengan Misyaila. Semacam ilmu laduni yang dimiliki oleh mereka yang memiliki kedekatan dengan Tuhan.

Mereka melewati gunung-gunung, rawa-rawa, lembah-lembah, dan hutan-hutan aneh yang ditumbuhi pohon-pohon raksasa. Meskipun demikian, kereta kuda itu seperti terbang dan agak mengambang melewati hutan-hutan, mengambang di rawa-rawa, atau sesekali seperti berlari dengan begitu cepat di antara lembah-lembah dan kelokan-kelokan pegunungan.

Ternyata negeri yang hendak mereka tuju dan hendak mereka selidiki itu begitu jauh –sebuah negeri yang diberi nama oleh para penghuninya, yaitu kaum yang menyukai kekuasaan dan perang, dengan nama Negeri Amarik.

Negeri itu begitu mempesona, di mana tempat-tempat tinggal para penghuninya menjulang tinggi. Di negeri itu juga terdapat kawasan-kawasan khusus megah yang hanya boleh ditinggali para prajurit, sementara di kawasan-kawasan khusus lainnya terdapat semacam pabrik-pabrik dan gedung-gedung yang senantiasa menciptakan senjata super canggih.

Hasrat berkuasa dan menguasai negeri-negeri lain membuat para penduduk atau penghuni negeri itu begitu ulet mengembangkan tekhnologi persenjataan dan melakukan riset-riset dan inovasi-inovasi persenjataan. Negeri itu dipimpin oleh seorang yang gila perang dan memiliki hasrat berkuasa yang sangat besar, yang bernama Jarjus Bushan, seorang pemimpin yang anehnya sangat idiot.

Dan yang membuat Misyaila kaget adalah negeri itu ternyata dibentengi oleh semacam kubah cermin maha-raksasa yang senantiasa menampakkan kilatan-kilatan cahaya, mirip gelombang-gelombang kilatan listrik, hingga Misyaila hanya bisa melihat sebagian kecil Negeri Amarik yang menakjubkan dan super canggih itu lewat kejernihan kubah pelindungnya tersebut.

Dari ketinggian pegunungan di mana mereka berhenti itu, Misyaila pun tahu bahwa negeri itu dilindungi oleh benteng yang sangat tebal dan tinggi, dan mereka dapat melihat sebuah menara besar yang sangat tinggi terletak di negeri tersebut. Jika negeri itu dilindungi kubah raksasa, dari manakah para penduduknya bisa keluar ketika mereka melakukan invasi ke negeri-negeri lain? Demikian kira-kira yang jadi pertanyaan Misyaila di batin-nya. Dan tentu saja, rasa heran dan ketakjuban serupa juga dirasakan oleh Siswi Karina.  

Demi menyelidiki dan meneliti negeri tersebut, dan tentu saja dengan sangat hati-hati, agar tidak ketahuan para spion negeri tersebut, Misyaila dan Siswi Karina memutuskan untuk menuruni gunung di mana kereta kuda mereka ditinggalkan –dan tentu saja, menghilang begitu saja bila tak dibutuhkan, dan akan hadir bila dibutuhkan.

Hak cipta © pada Sulaiman Djaya 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar