(Film Maryam Produksi Republik Islam Iran)
Matahari tampak akan
tenggelam, sementara semilir angin bertiup di sekitar pepohonan. Kala itu, harum
semerbak mulai memenuhi mihrab Maryam. Bau itu menembus jendela mihrab dan
mengepakkan sayapnya di sekeliling gadis perawan yang khusuk dalam ibadah (salat)
tanpa seorang pun mendengar suaranya. Maryam merasa bahwa udara dipenuhi dengan
bau harum yang mengagumkan. Ia kembali melakukan salat (ibadahnya) dengan
khusuk dan mengungkapkan syukur kepada Allah SWT.
Seekor burung hinggap di
jendela mihrab. Ia mengangkat paruhnya ke atas dan mengarahkan ke matahari
serta mengepakkan kedua sayapnya lalu ia terjun ke air dan mandi di dalamnya.
Kemudian ia terbang ringan di sekitamya. Maryam ingat bahwa ia lupa untuk
menyirami pohon mawar yang tumbuh secara tiba-tiba di tengah dua batu yang
tumbuh di luar mesjid. Maryam menyelesaikan salatnya lalu ia keluar dari mihrab
dan menuju pohon. Belum selesai beliau siap-siap untuk keluar sehingga para
malaikat memanggilnya:
“Hai Maryam, sesungguhnya
Allah telah memilih kamu, menyucikan kamu dan melebihkan kamu atas segala
wanita di dunia (yang semasa dengan kamu)” (QS. Ali ‘Imran: 42)
Maryam berhenti dan tampak
wajahnya yang pucat dan semakin bertambah. Mihrab itu dipenuhi dengan
kalimat-kalimat para malaikat yang memancarkan cahaya. Maryam merasa bahwa pada
hari-hari terakhir terdapat perubahan pada suasana ruhaninya dan fisiknya. Di
tempat itu tidak terdapat cermin sehingga ia tidak dapat melihat perubahan itu.
Tetapi ia merasa bahwa darah, kekuatan dan masa mudanya mulai meninggalkan
tempatnya dan digantikan dengan kesucian dan kekuatan yang lebih banyak.
Ia menyadari bahwa ia
sedang gugup. Ia merasakan kelemahan manusiawi dan adanya kekuatan yang luar
biasa. Setiap kali tubuhnya merasakan kelemahan, maka bertambahlah kekuatan
dalam ruhnya. Perasaan yang demikian ini justru membangkitkan kerendahan
hatinya. Maryam mengetahui bahwa ia akan memikul tanggung jawab besar.
“Dan (ingatlah) ketika
malaikat (Jibril) berkata: ‘Hai Maryam, sesungguhnya Allah telah memilih kamu,
menyucikan kamu dan melebihkan kamu atas segala wanita di dunia (yang semasa
dengan kamu)” (QS. Ali ‘Imran: 42). Dengan kalimat-kalimat yang sederhana ini
Maryam memahami bahwa Allah SWT telah memilihnya dan menyucikannya dan
menjadikannya penghulu para wanita dunia. Beliau adalah wanita terbesar di
dunia. Para malaikat kembali berkata kepada Maryam:
“Hai Maryam, taatlah
kepada Tuhanmu, sujud dan rukuklah bersama orang-orang yang ruku” (QS. Ali
‘Imran: 43)
Perintah tersebut
ditetapkan setelah adanya berita gembira agar beliau meningkatkan
kekhusukannya, sujudnya, dan rukuknya kepada Allah SWT. Maryam lupa terhadap
pohon mawar dan beliau kembali salat. Maryam merasakan bahwa sesuatu yang besar
akan terjadi padanya. Beliau merasakan hal itu sejak beberapa hari, tetapi
perasaan itu semakin menguat saat ini.
Kini matahari meninggalkan
tempat tidurnya sementara malam telah bangkit, sementara bulan duduk di atas
singgasananya di langit dan di sekelilingnya terdapat awan-awan yang indah dan
putih. Kemudian datanglah pertengahan malam dan Maryam masih sibuk dalam salat
(ibadahnya). Ia menyelesaikan salatnya dan teringat pohon mawar itu lalu ia
membawa air di suatu bejana dan pergi untuk menyiramnya.
Pohon mawar itu tumbuh di
antara dua batu di tempat yang tidak jauh dari tempat ibadah (mesjid) yang
hanya ditempuh beberapa langkah darinya. Tempat itu jauh dari jangkauan manusia
sehingga tak seorang pun mendekatinya. Tempat itu sudah dijadikan tempat yang
khusus bagi Maryam untuk melakukan salat (ibadah) di dalamnya. Maryam mendekati
pohon mawar itu dan menyiramnya, lalu meletakkan bejana, kemudian ia memikirkan
pohon mawar itu di mana tangkainya semakin panjang pada dua malam yang
dilaluinya.
Tiba-tiba, Maryam
mendengar suara derap kaki yang mengguncang bumi. Ia tidak mendengar suara kaki
yang berjalan, tetapi ia mendengar suara kaki yang menetap di atas batu serta
pasir. Maryam merasakan ketakutan. Ia merasakan bahwa ia tidak sendirian. Ia
menoleh ke sebelahnya namun ia tidak mendapati sesuatu pun. Kemudian kedua
matanya mulai berputar-putar dan memperhatikan suatu cahaya yang berdiri di
sana. Maryam gemetar ketakutan dan menundukkan kepalanya. Maryam berkata dalam
dirinya, siapa gerangan orang yang berdiri di sana. Maryam memandang kepada
wajah orang asing itu, dan menyebabkan ia gelisah. Wajah orang itu sangat aneh,
di mana dahinya bercahaya lebih daripada cahaya bulan. Meskipun kedua matanya
memancarkan kemuliaan dan kebesaran tetapi wajah orang itu justru menggambarkan
kerendahan hati yang mengagumkan.
Pandangan pertama yang
dilihat oleh Maryam kepada orang itu mengisyaratkan, bahwa orang itu memiliki
kemuliaan yang diperoleh orang yang menyembah Allah SWT selama jutaan tahun.
Maryam bertanya kepada dirinya, siapa gerangan orang ini? Kemudian seakan-akan
orang asing itu membaca pikiran Maryam dan berkata: “Salam kepadamu wahai
Maryam.” Maryam dibuat terkejut mendengar adanya suara manusia di depannya.
Maryam berkata sebelum menjawab salamnya:
“Sesungguhnya aku berlindung
daripadamu kepada Tuhan Yang Maha Pemurah, jika kamu seorang yang bertakwa”
(QS. Maryam: 18)
Maryam berlindung di bawah
lindungan Allah SWT dan ia bertanya kepadanya, “Apakah engkau manusia yang
mengenal Allah SWT dan bertakwa kepadanya?” Kemudian orang itu tersenyum dan
berkata: “Sesungguhnya aku ini hanyalah seorang utusan Tuhanmu, untuk memberimu
seorang anak laki-laki yang suci” (QS. Maryam: 19)
Orang asing itu belum
selesai menyampaikan kalimatnya sehingga tempat itu dipenuhi cahaya yang
menakjubkan yang tidak menyerupai cahaya matahari, cahaya bulan, cahaya lampu,
cahaya lilin bahkan cahaya api. Di sana terdapat cahaya yang sangat jernih.
Kemudian terngianglah di kepala Maryam kalimat: “Aku adalah seorang utusan
Tuhanmu.” Kalau begitu, dia adalah penghulu para malaikat, Ruhul Amin (Jibril)
yang telah berubah wujud menjadi manusia.
Maryam mengangkat
kepalanya dengan gemetar menahan luapan cinta. Jibril berdiri di depannya dalam
bentuk manusia. Maryam memperhatikan kejernihan dahinya dan kesucian wajahnya.
Benar apa yang diduganya bahwa Jibril memiliki kemuliaan yang diperoleh orang
yang menyembah Allah SWT selama jutaan tahun. Kemudian Maryam mengingat kembali
kalimat-kalimat yang diucapkan Jibril.
Malaikat itu telah
mengatakan bahwa ia adalah utusan Tuhannya, dan ia telah datang untuk memberi
Maryam seorang anak laki-laki yang suci. Maryam ingat bahwa dirinya adalah
seorang perawan yang belum tersentuh oleh seorang pun. Ia belum menikah dan
belum dilamar oleh seseorang pun, maka bagaimana ia melahirkan anak tanpa
melalui pernikahan. Pikiran-pikiran ini berputar-berputar di kepala Maryam lalu
ia berkata kepada Jibril:
“Maryam berkata: Bagaimana
akan ada bagiku seorang anak laki-laki, sedang tidak pernah seorang manusia pun
menyentuhku dan aku bukan (pula) seorang pezina!” (QS. Maryam: 20)
Jibril as berkata:
“Demikianlah Tuhanmu berfirman: ‘Hal itu adalah mudah bagi-Ku; dan agar dapat
Kami menjadikannya suatu tanda bagi manusia sebagai rahmat dari Kami; dan hal
itu adalah suatu perkara yang sudah diputushan”‘ (QS. Maryam: 21)
Maryam menerima
kalimat-kalimat Jibril. Tidakkah Jibril berkata kepadanya bahwa ini adalah
perintah Allah SWT dan segala sesuatu yang diperintahkan-Nya pasti akan
terlaksana. Kemudian, mengapa ia harus (ketika) melahirkan tanpa disentuh oleh
seorang manusia pun. Bukankah Allah SWT menciptakan Nabi Adam tanpa seorang
ayah dan seorang ibu? Sebelum diciptakannya Nabi Adam tidak ada pria dan
wanita. Hawa diciptakan dari Nabi Adam dan ia pun diciptakan dari laki-laki, tanpa
perempuan.
Biasanya manusia
diciptakan melalui pasangan laki-laki dan perempuan; biasanya ia memiliki ayah
dan ibu, tetapi mukjizat terjadi ketika Allah SWT menginginkannya untuk
terjadi. Kemudian Jibril meneruskan pembicaraannya:
“Sesungguhnya Allah
menggembirakan kamu (dengan kelahiran seorang putra yang diciptakan) dengan
kalimat (yang datang) dari-Nya, namanya al-Masih Isa putra Maryam, seorang yang
terkemuka di dunia dan di akhirat dan termasuk orang-orang yang didekatkan
(kepada Allah), dan dia berbicara dengan manusia dalam buaian dan ketika sudah
dewasa, dan dia termasuk di antara orang-orang yang saleh” (QS. Ali ‘Imran:
45-46)
Keheranan Maryam semakin
bertambah. Betapa tidak, sebelum mengandung anak itu di perutnya ia telah
mengetahui namanya. Bahkan ia menhetahui bahwa anaknya itu akan berbicara
dengan manusia saat ia masih kecil. Sebelum Maryam menggerakkan lisannya untuk
melontarkan pertanyaan lain, Jibril mengangkat tangannya dan mengerahkan udara
ke arah Maryam. Kemudian datanglah hembusan udara yang bercahaya yang belum
pernah dilihat sebelumnya oleh Maryam. Lalu cahaya tersebut ke jasad Maryam dan
memenuhinya. Tak sempat Maryam melontarkan pertanyaan yang lain, Jibril yang
suci telah pergi tanpa meninggalkan suara.
Udara yang dingin telah
bergerak dan Maryam pun tampak menggigil. Maryam segera kembali ke mihrabnya.
Ia menutup pintu mihrab dan ia tenggelam dalam salat yang khusuk dan ia pun
menangis. Maryam merasakan kegembiraan, kebingungan dan kegoncangan serta kedamaian
yang dalam. Kini, Maryam tidak lagi sendirian. Sejak Jibril meninggalkannya, ia
merasakan bahwa ia tidak lagi sendirian. Ia menggerakkan tangannya yang
dipenuhi dengan cahaya, kemudian cahaya ini berubah di dalam perutnya menjadi
anak, seorang anak yang akan menjadi kalimat Allah SWT dan ruh-Nya yang
diletakkan pada Maryam. Ketika anak itu besar, ia akan menjadi seorang rasul
dan nabi yang ajarannya dipenuhi dengan cinta dan kasih sayang.
Maryam di malam itu tidur
dengan nyenyak dan ia bangun di waktu Subuh. Belum lama ia membuka kedua
matanya sehingga ia dibuat terkejut ketika melihat mihrab dipenuhi dengan
buah-buahan yang sebenarnya tidak lagi musim. Maryam heran melihat hal itu. Ia
mulai mengingat apa yang telah terjadi padanya kemarin, yaitu bagaimana
kejadian saat menyiram pohon mawar, bagaimana pertemuannya dengan malaikat
Jibril, bagaimana Allah SWT meniupkan kalimat-Nya padanya, bagaimana ia kembali
ke mihrab, dan bagaimana tidurnya yang nyenyak. Maryam berkata kepada dirinya
sambil melihat buah-buahan yang banyak: Apakah aku akan memakan sendirian
buah-buahan ini. Kemudian ada suara dalam dirinya yang berkata: “Engkau tidak
lagi sendirian wahai Maryam. Kini, engkau bersama Isa. Engkau harus makan
dengan baik. Dan Maryam mulai makan.”
Lalu berlalulah hari demi
hari. Kandungan Maryam berbeda dengan kandungan umumnya wanita. Ia tidak
merasakan sakit dan tidak merasa berat; ia tidak merasakan sesuatu telah
bertambah padanya dan perutnya tidak membuncit seperti umumnya wanita. Alhasil,
kehamilan yang dialaminya dipenuhi dengan nikmat yang baik. Datanglah bulan
yang kesembilan.
Pada suatu hari, Maryam
keluar ke suatu tempat yang jauh. Ia merasa bahwa sesuatu akan terjadi hari
itu. Tetapi ia tidak mengetahui hakikat sesuatu itu. Kakinya membimbingnya
untuk menuju tempat yang dipenuhi dengan pohon kurma. Tempat itu tidak biasa
dikunjungi oleh seseorang pun karena saking jauhnya; tempat yang tidak
diketahui oleh seseorang pun kecuali Maryam.
Tak seorang pun yang
mengetahui Maryam bahwa sedang hamil dan ia akan melahirkan. Mihrab yang
menjadi tempat ibadahnya selalu tertutup. Orang-orang mengetahui bahwa Maryam
sedang sibuk beribadah dan tidak ada seorang pun yang mendekatinya. Maryam
duduk beristirahat di bawah pohon kurma yang besar dan tinggi. Maryam mulai
merasakan sakit pada dirinya, dan rasa sakit tersebut semakin terasa. Akhirnya,
Maryam melahirkan:
“Maka rasa sakit akan
melahirkan anak memaksa ia (bersandar) pada pangkal pohon kurma, ia berkata:
‘Aduhai alangkah baiknya aku mati sebelum ini, dan aku menjadi sesuatu yang
tidak berarti, lagi dilupakan” (QS. Maryam: 23)
Rasa sakit saat melahirkan
anak yang dialami wanita suci ini menimbulkan penderitaan-penderitaan lain yang
segera menantinya. Bagaimana manusia akan menyambut anaknya ini? Apa yang
mereka katakan tentangnya? Bukankah mereka mengetahui bahwa ia adalah wanita
yang masih perawan? Bagaimana seorang gadis perawan bisa melahirkan? Apakah
manusia akan membenarkan Maryam yang melahirkan anak itu tanpa ada seseorang
pun yang menyentuhnya? Kemudian pandangan-pandangan keraguan mulai
menyelimutinya. Maryam berpikir bagaimana reaksi manusia kepadanya dan
bagaimana perkataan mereka terhadapnya sehingga hatinya dipenuhi dengan
kesedihan. Belum lama Maryam membayangkan dan meminta agar ia dimatikan dan
dilupakan, tiba-tiba anak yang baru lahir itu memanggilnya:
“Janganlah kamu bersedih
hati, sesungguhnya Tuhanmu telah menjadikan anak sungai di bawahmu. Dan
goyanglah pangkal pohon kurma itu ke arahmu, niscaya pohon itu akan mengugurkan
buah kurma yang masak kepadamu makan, minum dan bersenang hatilah kamu. Jika
kamu rnelihat seorang manusia, maka katakantah: ‘Sesungguhnya aku telah
bernazar berpuasa untuk Tuhan Yang Maha Pemurah, maka aku tidak akan berbicara
dengan seorang manusia pun pada hari ini'” (QS. Maryam: 24-26)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar