Imam Hasan Al-Mujtaba as, gugur syahid secara
mazlum di tangan istrinya. Berdasarkan catatan sejarah, Muawiyah memberikan
1.000 dirham kepada istri Imam Hasan dan berpesan bahwa jika Imam Hasan as
terbunuh maka ia akan dinikahkan dengan putranya, Yazid bin Muawiyah. Istrinya Imam
Hasan pun memenuhi permintaan Muawiyah dan meracuni Imam Hasan as.
Setelah Imam Hasan as gugur syahid, Imam Husain
as memandikan dan mengkafani jenazah saudaranya itu dan meletakkannya dalam
sebuah peti, serta memenuhi wasiat terakhirnya, agar Imam Hasan as dimakamkan
di sisi Rasulullah Saw. Akan tetapi pasukan Bani Umayah menghadang
iring-iringan pelayat Imam Hasan as dan kemudian dengan sangat keji mereka
menghujani iring-iringan pelayat itu dengan anak panah. Setelah peristiwa itu,
jenazah Imam Hasan as dimakamkan di kompleks pemakaman Baqi.
Kezaliman tersebut, merupakan puncak
kekurang-ajaran dan penistaan terhadap jenazah Imam Hasan as, yang Rasulullah
Saw pernah bersabda, “Hasan adalah bunga harumku, ya Allah, aku mencintainya
maka cintailah dia dan cintailah mereka yang mencintainya.”
Berabad-abad berlalu dari musibah besar itu
akan tetapi pedihnya luka sayatan atas keterasingan dan kemazluman Imam Hasan
as, masih tetap segar di hati Muslim dan para pecinta Ahlul Bait as. Apa yang
tercatat dalam sejarah tentang masa-masa akhir kehidupan Imam Hasan as, akan
membuat siapa pun terkesima akan kesabaran dan ketabahan hati beliau.
Imam Hasan Al-Mujtaba as bahkan bersabar di
hadapan kezaliman dan kejahatan pembunuhnya dan meminta saudaranya (Imam Husain
as) untuk tidak berusaha menghukumnya. Diriwayatkan bahwa ketika detik-detik
akhir kesyahidan Imam Hasan as telah dekat, beliau berpesan kepada saudaranya, “Wahai
saudaraku! Segera aku akan berpisah denganmu dan menjumpai Tuhanku. Mereka
telah meracuniku, aku tahu siapa yang melakukan ini kepadaku dan dari mana asal
kezaliman ini, aku akan menuntunnya di hadapan Allah kelak, tapi sumpah demi
hakku terhadapmu, aku ingin kau tidak mengejar peristiwa ini dan pelakunya dan
nantikanlah qadha Allah Swt tentangku.”
Salah satu keunggulan akhlak Imam Hasan Al-Mujtaba
as adalah kesabaran dan ketabahan beliau. Tentang hal ini, banyak kisah dan
riwayat yang tercatat dalam sejarah. Sebagai contoh, Marwan, salah seorang musuh
bebuyutan Ahlul Bait as, mengaku bahwa kesabaran dan ketabahan Imam Hasan as
menandingi kekokohan gunung-gunung.
Setelah kesyahidan Imam Ali as, masyarakat
berbai’at kepada Imam Hasan Al-Mujtaba as. Sejak itulah, Muawiyah memulai
aksi-aksi munafiknya serta menyebar isu dan kebohongan guna mempengaruhi opini
publik. Dalam upayanya itu Muawiyah sedemikian sukses sehingga berhasil menyuap
sejumlah sahabat Imam Hasan as. Ketika beliau menyadari ketidaksetiaan dan
pengkhianatan para sahabatnya, beliau terpaksa berdamai dengan Muawiyah untuk
menjaga nyawa dan harta umat Muslim. Oleh karena itu, pemerintahan Imam Hasan
as hanya bertahan enam bulan.
Perdamaian Imam Hasan as, merupakan salah satu
langkah efektif dan sangat bijaksana demi menjaga masyarakat Islam. Pada masa
itu, perang internal dalam tubuh umat Islam tidak menguntungkan dunia Islam.
Karena imperium Romawi yang telah merasakan pukulan telak dalam perang dengan
pasukan Islam, selalu menanti saat yang tepat untuk melancarkan serangan
balasan.
Di sisi lain, kondisi masyarakat Irak
sedemikian rupa sehingga mereka tidak siap mental untuk membentuk pasukan dan
bersama dalam barisan Imam Hasan as. Oleh karena itu, terjun ke medan perang
dengan pasukan yang tidak siap secara mental tidak akan menghasilkan apapun
kecuali kekalahan. Atas dasar itu, Imam Hasan as hanya dapat bersabar
menyaksikan kebodohan dan ketidaksadaran masyarakat, serta berdamai dengan
Muawiyah demi menjaga dunia Islam.
Kepada masyarakat Imam Hasan Al-Mujtaba
berkata, “Bangsa-bangsa berdamai, di saat mereka dicekam kezaliman para
penguasa mereka, akan tetapi aku berdamai di saat aku khawatir akan kejahatan
sahabat-sahabatku sendiri. Aku menyeru kalian untuk berjihad melawan musuh,
kalian tidak bangkit. Aku telah menyampaikan hakikat ke telinga kalian, tapi
kalian tidak mendengar dan sekarang belum selesai ucapanku, kalian telah bercerai-berai
seperti kaum Saba, dan dengan kedok saran dan nasihat, kalian saling menipu...”
Kesabaran Imam Hasan Al-Mujtaba as tidak hanya
terbatas pada hubungan beliau dengan banyak orang, melainkan sifat mulia beliau
ini juga telah menyelamatkan dunia Islam dan menjaga nyawa kaum Syi’ah (para
pengikut setia Ahlulbait Rasulullah). Mungkin karena alasan ini pula, kesabaran
menjadi sifat paling menonjol Imam Hasan as, mengingat pengaruh dari kesabaran
beliau ini masih dirasakan hingga kini.
Pada masa pemerintahan Muawiyah, jika Imam
Hasan as tidak bersabar dan berdamai dengannya, maka seluruh ponfasi Islam
terancam bahaya besar. Oleh karena itu, dalam menjawab mereka yang memprotes
keputusan berdamai itu, Imam Hasan as berkata, “Aku berdamai demi menjaga darah
Muslim. Jika aku tidak berbuat demikian, maka tidak akan tersisa satu pun Kaum Syi’ah
di muka bumi ini... celakalah kalian! Kalian tidak tahu apa yang telah aku
lakukan, sumpah demi Allah, menerima perdamaian ini lebih baik bagi pengikutku
dari apa saja yang matahari menyinarinya dan kemudian terbenam...”
Bukan tanpa alasan jika Rasulullah Saw
menjelaskan sosok Imam Hasan as dan bersabda, “Jika akal tampil dalam bentuk
manusia, maka manusia itu adalah Hasan (as).”
Meski beliau dikenal sebagai sosok penyabar,
akan tetapi sejarah menjadi saksi bahwa dalam banyak kesempatan dan jika
diperlukan, beliau menunjukkan ketegasan dan keberaniannya. Oleh karena itu
dalam sejarah hidup Imam Hasan as, kita menyaksikan Imam Hasan as bersikap
berani dan sangat tegas hingga menggetarkan seluruh pilar-pilar durjana istana
tiran. Meski para tiran telah menyusun rencana sedemikian rupa sehingga Imam
Hasan as terpaksa tersingkir dari pemerintahan, akan tetapi hal itu tidak
membuat Imam tetap bersabar di hadapan kezaliman para penguasa taghut.
Di Madinah, misalnya, dalam banyak kesempatan,
Imam Hasan as dengan tegas menentang cara-cara tidak islami Muawiyah. Setelah
perdamaian dengan Imam Hasan as, Muawiyah menuju Kufah dan di sana, di hadapan
khalayak umum, dia lancang menghina Imam Ali as. Namun belum selesai
kelancangannya itu, Imam Hasan as berdiri di mimbar dan berkata kepada
Muawiyah, “Apakah kau sedang mengolok Amirul Mukminin Ali (as), meski
Rasulullah (Saw) telah bersabda tentangnya bahwa barang siapa mengolok-olok Ali
(as) maka dia telah mengolokku dan barang siapa mengolokku, maka dia telah
mengolok Allah (Swt), dan barang siapa mengolok Allah (Swt), maka Allah akan
menjerumuskannya ke neraka untuk selamanya dan mengazabnya.” Kemudian, Imam
Hasan as turun dari mimbar dan keluar dari masjid sebagai bentuk protes.
Imam Hasan Al-Mujtaba dengan pandangannya
menerawang jauh ke masa depan, rela bersabar menghadapi protes, sindiran dan
berbagai ungkapan dari para sahabatnya yang bodoh dan berpikiran dangkal, demi
menyelamatkan dunia Islam. Imam Hasan as dengan kesabaran dan ketabahan beliau
berusaha membuat masyarakat sadar akan hakikat Muawiyah dan Bani Umayyah. Pada
hari pertama setelah perdamaian, Muawiyah telah melanggar kesepakatan.
Sampai-sampai Muawiyah dalam sebuah pidatonya mengatakan, “Wahai masyarakat
Irak! Aku telah berperang dengan kalian untuk berkuasa atas kalian! Kemudian
dia merobek surat perdamaian dan menginjak-injaknya.”
Akibat ulah Muawiyah dan pelanggarannya,
secara perlahan masyarakat menyadari kekhilafan mereka. Melalui kesabaran
beliau, Imam Hasan as memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk menyaksikan
sendiri kesewenang-wenangan dan kezaliman Bani Umayyah. Semua itu pada akhirnya
mempersiapkan gerakan kebangkitan saudaranya Imam Husain as di Karbala.
Jika masyarakat tidak mengenal wajah sejati
Bani Umayyah, maka tekad dalam gerakan kebangkitan Imam Husain as akan
dipersoalkan dan pada akhirnya kebangkitan tersebut tidak pernah terwujud.
Dengan demikian, langgengnya Islam adalah berkat kebijaksanaan Imam Hasan as.
Menurut Syeikh Razi Ale Yasin, kisah Karbala sebelum menjadi Husaini, adalah
Hasani.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar