Rabu, 23 Desember 2015

Kalilah & Dimnah Bagian Kedua




Fabel karya IBN MUQAFFA (filsuf & pujangga)

Beberapa hari Dimnah tidak datang menghadap raja, suatu hari ketika raja sedang duduk sendirian di taman, Dimnah menghampirinya. Dimnah mulai melaksanakan aksinya untuk mempengaruhi raja. Dimnah mengatakan bahwa ada sesuatu yang buruk akan terjadi. Dengan kata-kata yang disusun begitu rapi, taktis, dan cermat, Dimnah mengatakan bahwa Sjatrabah telah mempetenahi bala tentara raja singa karena Sjatrabah telah mengetahui keberanian dan kepandaian raja, dan Sjatrabah telah merencanakan sesuatu untuk berselisih dengan raja. Dimnah juga mengatakan bahwa Sjatrabah ingin menggantikan posisi raja, baik menggunakan cara baik maupun jahat.

Dimnah dengan hati-hati menceritakan itu semua agar terlihat meyakinkan raja, dan untuk meyakinkan raja itu. Dimnah menceritakan kisah tiga ekor ikan dalam sebuah danau:

Dalam sebuah telaga ada tiga ekor ikan yang hidup di dalamnya, yaitu si paling cerdik, si cerdik, dan si bebal. Dekat telaga tersebut mengalir sungai yang jernih. Suatu hari ada dua orang penangkap ikan. Kedua penangkap ikan itu awalnya hanya akan menangkap ikan di sungai, tetapi krena melihat sebuah telaga, ia berniat untuk membawa jala esok harinya. Si paling cerdik tahu bahwa bahaya akan terjadi pada dirinya, maka ia langsung mencari jalan menuju sungai dan akhirnya pergi dari telaga itu. Esoknya dua penangkap ikan itu datang lagi dan memasang jala di telaga itu, si cerdik baru sadar bahwa ia dalam bahaya, dan ia kemudian mencari jalan untuk menuju sungai, tetapi sayangnya jalan itu telah tertutup jala. Berbeda dengan si Bebal yang tetap tak berkutik dan hanya berjalan hilir mudik saja. Akhirnya si cerdik dan si bebal pun tertangkap.

Mendengar cerita Dimnah raja menjadi bingung karena menurut raja selama ini Sjatrabah tidak pernah berbuat jahat kepadanya. Dimnah pun memberikan pernyataan yang menguatkan raja singa bahwa Sjatrabah akan berbuat jahat kepadanya. Raja singa tidak suka dengan kata-kata Dimnah yang semakin tajam, sampai akhirnya raja marah kepada Dimnah dan ingin memanggil Sjatrabah, hanya saja dengan kata-kata Dimnah yang hati-hati dan begitu manis menyebutkan ciri-ciri seorang yang akan berkhianat bahwa matanya merah, tulang persendiannya gemetar, digeleng-gelengkan kepalanya, dan digerakkan tanduknya seperti akan berperang. Akhirnya raja pun mau untuk mendengar nasihat Dimnah agar berhati-hati jika Sjatrabah memenuhi tanda-tanda yang disebutkan.

Dengan kelihaian dan kecerdikan Dimnah berkata-kata, ia meminta ijin kepada raja untuk menemui Sjatrabah, dan hal ini hanya merupakan siasat Dimnah agar semuanya terlihat baik dan sebagai perintah raja, padahal sesungguhnya Dimnah hanya ingin menghasut Sjatrabah. Setelah raja mengijinkannya, mulailah ia mnghasut Sjatrabah bahwa suatu hari raja berkata bahwa alangkah gemuknya badan Sjatrabah itu padahal bagiku ia sudah tidak berguna lagi untuk hidup, aku ingin membunuhnya dan menjadikan ia sebagai makanan bala tentaraku. Karena pandainya Dimnah berkata-kata dan karena diulang-ulangnya janjinya untuk menjaga keselamtan jiwa Sjatrabah selama-lamanya, maka akhirnya dengan rayuan dan hasutan Dimnah yang begitu meyakinkan walaupun masih agak ragu, Sjatrabah pun mulai sedikit percaya.

Seperti saat menghasut raja, Dimnah juga memberi tanda-tanda yang akan dilakukan raja jika memang raja akan berbuat jahat kepada Sjatrabah seperti yang telah ia katakan tadi. Bahwa raja singa akan bangun lalu duduk menjengkung dan kepalanya akan ditegakkan matanya juga akan bercahaya memandangmu dan telinganya berdiri serta mulutnya menganga.

Setelah selesai menghasut Sjatrabah, Dimnah menemui Kalilah untuk mengajaknya melihat kematian Sjatrabah. Sjatrabah yang telah termakan omongan Dimnah pun menghadap raja dan menantangnya, dan karena sama-sama telah terhasut akhirnya mereka pun bertanding.

Melihat keadaan itu Kalilah menghujat Dimnah bahwa ternyata sahabatnya itu sangat kejam dan hina, Kalilah yang merasa sering memberi nasihat kepada Dimnah merasa sangat kecewa. Akhirnya raja singa mengalahkan Sjatrabah, dan kala itu tampak Sjatrabah telah terguling di tanah dan tidak bernyawa lagi.

Setelah raja singa hilang marahnya, bercucuranlah air matanya dan sedih hatinya melihat Sjatrabah. Raja singa kemudian sadar dan menyesal dengan perbuatannya tadi. Ia kemudian berpikir bahwa Sjatrabah hanya difitnah saja.

Melihat raja singa bersedih tersebut, Dimnah lalu mendekatinya dan menghibur raja dengan mengatakan bahwa musuh raja telah tiada dan tidak ada gunanya lagi untuk bersedih. Hati raja singa sedikit tenang, tetapi kemudian ia tahu bagaimana sifat Dimnah yang sesungguhnya.

Suatu hari, harimau  salah seorang pembesar kerajaan yang terpercaya pulang ke rumahnya dari kerajaan. Di tengah jalan, ketika sampai di dekat rumah Kalilah dan Dimnah, ia mendengar suara Kalilah yang sedang menyesali dan menasihati Dimnah.

Harimau itu mendengar bahwa Dimnah-lah biang dari kematian Sjatrabah. Sehingga Kalilah tidak bisa lagi hidup bersama dengan Dimnah. Mendengar itu semua Harimau kembali ke kerajaan dan menemui ibu singa. Harimau menceritakan segala yang didengarnya tadi kepada ibu singa, dan menyuruh ibu singa untuk merahasiakannya terlebih dahulu.

Keesokan harinya Ibu singa melihat keadaan raja singa yang begitu bersedih karena kehilangan sahabat baiknya yang ia bunuh sendiri. Melihat anaknya bersedih itu, ibu singa lalu menceritakan semua yang dikatakan harimau kepadanya semalam tanpa menyebut nama harimau. Mendengar cerita ibunya tadi, raja singa seketika itu juga marah besar dan memanggil semua pembesar kerajaan. Kemudian raja juga memanggil Dimnah, dan Dimnah yang seakan merasa tanpa dosa itu pun menghadap raja dan menanyakan apa yang terjadi. Ibu singa begitu jengkel melihat Dimnah yang serasa tanpa dosa. Ibu singa kemudian memutuskan agar hakim yang memeriksa semua perkara ini dan untuk sementara memenjarakan Dimnah.

Mendengar Dimnah dipenjara, ketika larut malam Kalilah diam-diam menemui sahabatnya itu dan ia mengatakan keprihatinannya dan menyesalkan perbuatan Dimnah yang hanya didasari nafsunya sehingga mengalahkan akalnya. Setelah lama bercakap-cakap akhirnya Kalilah pulang ke rumahnya.

Keesokan harinya semua orang dikumpulkan untuk mengadili Dimnah, pengadilan itu dipimpin oleh seorang hakim. Hari itu sang hakim meminta seorang saksi untuk berbicara dalam forum itu mengenai keterangan perkara Dimnah. Tak ada seorang pun yang berkata-kata, dengan angkuhnya Dimnah lah yang banyak berkata-kata mengenai kebaikan. Kemudian penghulu babi memberikan ciri seorang bedebah seperti Dimnah. Dimnah pun begitu malu mendengar semua pernyataan babi itu.

Suatu hari seekor rubah kepercayaan raja sekaligus sahabat Kalilah bercerita bahwa tidak lama setelah Dimnah masuk penjara, Kalilah jatuh sakit dan mati. Rubah kemudian menemui Dimnah dan menceritakan kematian Kalilah dengan sangat sedih. Dimnah mendengar cerita itu dan kemudian menyuruh sang rubah untuk mengambil seluruh harta yang ia simpan di rumahnya.

Keesokan harinya ibu singa baru tahu bahwa raja belum memutuskan hukuman untuk Dimnah. Hakim belum mampu memutuskan hukuman jika belum ada bukti atau saksi yang kuat, meskipun sebenarnya hakim yakin bahwa Dimnah memang bersalah. Rajapun demikian pula, ia tidak bisa menghukum seseorang tanpa ada bukti yang jelas.

Akhirnya raja menanyai ibu singa tentang informasi yang menyatakan cerita pertama tentang kelakuan Dimnah. Setelah meminta ijin kepada harimau dan dengan bujukannya, harimau mau memberikan penjelasan. Setelah mendengar cerita harimau kerajaan itu, Raja pun memerintahkan untuk membunuh Dimnah. Dan akhirnya Dimnah dibunuh dalam penjaranya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar