Fabel
karya IBN MUQAFFA (filsuf &
pujangga)
Beberapa hari
Dimnah tidak datang menghadap raja, suatu hari ketika raja sedang duduk
sendirian di taman, Dimnah menghampirinya. Dimnah mulai melaksanakan
aksinya untuk mempengaruhi raja. Dimnah
mengatakan bahwa ada sesuatu yang buruk akan terjadi. Dengan kata-kata yang disusun begitu rapi, taktis, dan cermat, Dimnah mengatakan bahwa Sjatrabah telah
mempetenahi bala tentara raja singa karena Sjatrabah telah mengetahui
keberanian dan kepandaian raja, dan Sjatrabah telah merencanakan sesuatu untuk
berselisih dengan raja. Dimnah juga mengatakan
bahwa Sjatrabah ingin menggantikan posisi raja,
baik menggunakan cara baik maupun jahat.
Dimnah dengan
hati-hati menceritakan itu semua agar terlihat meyakinkan raja, dan untuk meyakinkan raja itu. Dimnah menceritakan kisah tiga ekor ikan
dalam sebuah danau:
Dalam sebuah
telaga ada tiga ekor ikan yang hidup di dalamnya, yaitu si paling cerdik, si cerdik, dan si bebal. Dekat telaga tersebut mengalir sungai yang jernih. Suatu hari ada dua orang penangkap ikan. Kedua penangkap ikan itu awalnya hanya akan menangkap
ikan di sungai, tetapi krena melihat sebuah telaga, ia berniat untuk membawa jala esok harinya. Si paling cerdik tahu bahwa bahaya akan terjadi pada
dirinya, maka ia langsung mencari jalan menuju sungai
dan akhirnya pergi dari telaga itu. Esoknya dua penangkap ikan itu datang lagi
dan memasang jala di telaga itu, si cerdik baru sadar bahwa ia dalam bahaya, dan ia kemudian mencari jalan untuk menuju sungai, tetapi sayangnya jalan itu telah tertutup jala.
Berbeda dengan si Bebal yang tetap tak berkutik dan
hanya berjalan hilir mudik saja. Akhirnya
si cerdik dan si bebal pun tertangkap.
Mendengar cerita
Dimnah raja menjadi bingung karena menurut raja selama ini Sjatrabah tidak pernah
berbuat jahat kepadanya. Dimnah pun memberikan pernyataan yang menguatkan raja
singa bahwa Sjatrabah akan berbuat jahat kepadanya. Raja singa tidak suka dengan
kata-kata Dimnah yang semakin tajam, sampai
akhirnya raja marah kepada Dimnah dan ingin memanggil Sjatrabah, hanya saja dengan
kata-kata Dimnah yang hati-hati dan begitu manis menyebutkan ciri-ciri seorang
yang akan berkhianat bahwa matanya merah, tulang
persendiannya gemetar, digeleng-gelengkan
kepalanya,
dan digerakkan tanduknya seperti
akan berperang. Akhirnya raja pun mau
untuk mendengar nasihat Dimnah agar berhati-hati jika Sjatrabah memenuhi
tanda-tanda yang disebutkan.
Dengan kelihaian dan kecerdikan Dimnah berkata-kata, ia meminta ijin kepada raja untuk menemui Sjatrabah, dan hal ini hanya merupakan siasat Dimnah agar semuanya
terlihat baik dan sebagai perintah raja,
padahal sesungguhnya Dimnah hanya ingin menghasut Sjatrabah. Setelah raja mengijinkannya, mulailah ia mnghasut Sjatrabah bahwa suatu hari raja
berkata bahwa alangkah gemuknya badan Sjatrabah itu padahal bagiku ia sudah
tidak berguna lagi untuk hidup, aku
ingin membunuhnya dan menjadikan ia sebagai makanan bala tentaraku. Karena pandainya Dimnah berkata-kata dan karena
diulang-ulangnya janjinya untuk menjaga keselamtan jiwa Sjatrabah
selama-lamanya, maka akhirnya dengan rayuan dan hasutan
Dimnah yang begitu meyakinkan walaupun masih agak ragu, Sjatrabah pun
mulai sedikit percaya.
Seperti saat
menghasut raja, Dimnah juga memberi tanda-tanda yang akan dilakukan raja jika
memang raja akan berbuat jahat kepada Sjatrabah seperti yang telah ia katakan
tadi. Bahwa raja singa
akan bangun lalu duduk menjengkung dan kepalanya akan ditegakkan matanya juga
akan bercahaya memandangmu dan telinganya berdiri serta mulutnya menganga.
Setelah selesai menghasut Sjatrabah, Dimnah menemui Kalilah untuk mengajaknya
melihat kematian Sjatrabah. Sjatrabah yang telah termakan omongan Dimnah pun
menghadap raja dan menantangnya, dan karena sama-sama
telah terhasut akhirnya mereka pun bertanding.
Melihat keadaan
itu Kalilah menghujat Dimnah bahwa ternyata sahabatnya itu sangat kejam dan
hina, Kalilah yang merasa sering memberi nasihat kepada Dimnah merasa sangat
kecewa. Akhirnya raja singa mengalahkan Sjatrabah, dan kala itu tampak
Sjatrabah telah terguling di
tanah dan tidak bernyawa lagi.
Setelah raja singa
hilang marahnya, bercucuranlah air matanya dan sedih hatinya melihat
Sjatrabah. Raja singa kemudian sadar dan menyesal dengan perbuatannya tadi. Ia
kemudian berpikir bahwa Sjatrabah hanya difitnah saja.
Melihat raja singa
bersedih tersebut,
Dimnah lalu mendekatinya dan
menghibur raja dengan mengatakan bahwa musuh raja telah tiada dan tidak ada
gunanya lagi untuk bersedih. Hati
raja singa sedikit tenang, tetapi kemudian ia tahu bagaimana sifat Dimnah yang
sesungguhnya.
Suatu hari,
harimau salah seorang pembesar kerajaan yang
terpercaya pulang ke rumahnya dari kerajaan. Di tengah jalan, ketika sampai di
dekat rumah Kalilah dan Dimnah, ia mendengar suara Kalilah yang sedang menyesali dan menasihati Dimnah.
Harimau itu mendengar bahwa Dimnah-lah
biang dari kematian Sjatrabah. Sehingga
Kalilah tidak bisa lagi hidup bersama dengan Dimnah. Mendengar itu semua
Harimau kembali ke kerajaan dan menemui ibu singa. Harimau menceritakan segala
yang didengarnya tadi kepada ibu singa, dan menyuruh ibu singa untuk
merahasiakannya terlebih dahulu.
Keesokan harinya
Ibu singa melihat keadaan raja singa yang begitu bersedih karena kehilangan
sahabat baiknya yang ia bunuh sendiri. Melihat anaknya bersedih itu, ibu singa lalu menceritakan semua yang dikatakan
harimau kepadanya semalam tanpa menyebut nama harimau. Mendengar cerita ibunya
tadi, raja singa seketika itu juga marah besar dan memanggil semua pembesar
kerajaan.
Kemudian raja juga memanggil
Dimnah, dan
Dimnah yang seakan merasa tanpa dosa
itu pun menghadap raja dan menanyakan apa yang
terjadi. Ibu singa begitu jengkel melihat Dimnah yang serasa
tanpa dosa. Ibu singa kemudian memutuskan agar hakim yang memeriksa semua
perkara ini dan untuk sementara memenjarakan Dimnah.
Mendengar Dimnah
dipenjara, ketika larut malam Kalilah diam-diam menemui sahabatnya itu dan ia mengatakan keprihatinannya dan menyesalkan
perbuatan Dimnah yang hanya didasari nafsunya sehingga mengalahkan akalnya. Setelah lama bercakap-cakap akhirnya Kalilah pulang ke
rumahnya.
Keesokan harinya
semua orang dikumpulkan untuk mengadili Dimnah, pengadilan itu dipimpin oleh seorang hakim. Hari itu sang hakim meminta
seorang saksi untuk berbicara dalam forum itu mengenai keterangan perkara
Dimnah. Tak ada seorang pun yang berkata-kata, dengan angkuhnya Dimnah lah yang banyak
berkata-kata mengenai kebaikan. Kemudian penghulu babi memberikan ciri seorang
bedebah seperti Dimnah. Dimnah pun begitu malu mendengar semua pernyataan babi itu.
Suatu hari seekor
rubah kepercayaan raja sekaligus sahabat Kalilah bercerita bahwa tidak lama
setelah Dimnah masuk penjara, Kalilah jatuh sakit dan
mati. Rubah kemudian menemui Dimnah dan menceritakan
kematian Kalilah dengan sangat sedih. Dimnah
mendengar cerita itu dan kemudian menyuruh sang rubah
untuk mengambil seluruh harta yang ia simpan di rumahnya.
Keesokan harinya
ibu singa baru tahu bahwa raja belum memutuskan hukuman untuk Dimnah. Hakim belum mampu memutuskan hukuman jika belum ada
bukti atau saksi yang kuat, meskipun sebenarnya
hakim yakin bahwa Dimnah memang bersalah. Rajapun demikian pula, ia tidak bisa menghukum seseorang tanpa ada bukti
yang jelas.
Akhirnya raja menanyai
ibu singa tentang informasi yang menyatakan cerita pertama tentang kelakuan
Dimnah. Setelah meminta ijin kepada harimau dan dengan
bujukannya, harimau mau memberikan penjelasan. Setelah mendengar cerita harimau kerajaan itu, Raja pun memerintahkan untuk membunuh Dimnah. Dan akhirnya Dimnah dibunuh dalam penjaranya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar