Minggu, 29 November 2015

Islam, Iran & Sains



Dalam Islam, sains tidak bisa lepas dari pandangan tauhid termasuk etika alias moralitas. Akan terjadi split personality pada seorang saintis muslim jika masih melihat konflik relasi agama dengan sains, yang mengakibatkan agama menjadi sekuler (seperti terjadi pada kalangan muslim neoliberal ciptaan Amerika di Indonesia yang kehilangan identitas dan kepercayaan diri mereka kepada Islam, sementara di saat lain, kelompok Wahabi pun tak lebih pion Israel dan Amerika karena para majikan dan para tokoh, ideologi & penyedia dana mereka dikendalikan Israel dan Amerika).

Nah, dalam hal demikian lah, dibutuhkan bingkai cara berpikir bahwa mengembangkan sains bagian dari tugas agama. Ibn Haitham, Ar-Razi memandang tugas sains itu sebagai tugas agama. Mengkaji alam pada akhirnya juga membaca manifestasi dan kebesaran Tuhan.

Kita lihat di Iran, setidaknya ada indikasi kuat yang mengarah ke hal yang demikian. Sains berkembang di Iran. Informasi ini menjadi penting, karena biasanya kita hanya mendapat informasi tentang Iran dari sisi Revolusi dan Teologi, dan kita jarang melihat dari sisi Sains-nya.

Dan perlu ditegaskan sekali lagi, kita melihat hal ini dari sisi holistik, pengembangan sains itu menjadi bagian dari perjuangan mandiri sebagai bangsa. Penguasaan sains menjadi elemen niscaya menjadi bangsa yang mandiri. Tuntutan agama Islam itu kan menjadi bangsa yang mandiri, tidak hanya semangat jihad khilafah yang justru menjelma kejahatan itu, sembari tidak memperjuangkan jihad ilmu dan sains.

Bagi muslim yang ingin maju, sains justru menjadi elemen penting –di mana penguasaan sains itu sendiri bagi Muslim Syi’ah Iran merupakan tuntutan agama. Islam secara fitrah menuntut mengembangkan semua potensi termasuk Sains. Cara berpikir monokausal itu melihat, hanya karena faktor kejepit Iran maju, atau hanya karena faktor Revolusi, sains berkembang pesat, atau hanya melihat faktor Iran punya modal budaya sejarah Sains.

Harusnya kita pakai berpikir both and, menerima banyak faktor kondisional, contohnya: kertas, udara, api itu elemen-elemen penyebab kertas terbakar. Sains maju di Iran, karena kombinasi, faktor Revolusi, faktor “kejepit”, faktor modal sejarah Sains, faktor tersedianya infrastruktur budaya dan sosio religi –yang dalam hal ini haruslah diakui bersumber dari spirit Syi’ah Iran.

Di sinilah, Sayid Ali Khamenei seringkali menyampaikan pesan tentang pentingnya jihad ilmu –tidak seperti kaum Wahabi yang memahami jihad hanya sebagai memerangi manusia atau memerangi non muslim.

Contoh lainnya adalah fatwa ulama Iran tentang kloning telah menjadikan ilmu kloning berkembang pesat di Iran. Kalau teologinya tidak rasional itu nanti jadi penghambat kemajuan Sains –seperti kondisi muslim kebanyakan dan apalagi di negeri Indonesia, yang meski pahit haruslah kita akui masih tertinggal dalam pencapaian sains. Alih-alih sejumlah kelompok muslim Indonesia malah menjadi muslim neoliberal karbitan Amerika dan jadi pelayan kepentingan Amerika serta kehilangan kemandirian.

Begitu pun, yang juga tak dapat diingkari, Fenomena Nuklir Iran yang sudah beberapa tahun ini menjadi headline berita-berita dunia, dengan sendirinya menjadi fondasi utama berbagai kemajuan para ilmuwan dalam negeri Iran. Dalam hal ini, berbagai kemajuan dan aneka prestasi Iran selama tiga dekade ini, sesekali dipamerkan juga ke dunia internasional. Keberhasilan di bidang nuklir ini tentu juga merupakan salah satu indikator kemajuan sains di negara tersebut. Namun ironisnya, meski media-media ilmiah Barat mengklaim dirinya bersikap obyektif, mereka masih menolak untuk merilis makalah ilmiah para ilmuwan Iran.

Tak ketinggalan pula, para saintis di bidang teknologi nano pun mengalami kemajuan pesat, sehingga teknologi yang rumit ini sekarang sudah banyak membantu menciptakan berbagai komoditas alias produk-produk tekhnologi –utamanya kesehatan. Kemudian di bidang lainnya, saintis Iran juga berhasil memanfaatkan teknologi sel punca untuk menyembuhkan beragam penyakit akut yang selama ini sulit diobati. Seperti penyembuhan penyakit buta dan beragam kasus lainnya. Namun prestasi paling berkesan di bidang ini adalah keberhasilan para ilmuwan Iran mengkloning seekor kambing dengan memanfaatkan sel punca tersebut.

Tak ragu lagi, prestasi ini merupakan bukti kemajuan Iran di bidang kedokteran, khususnya dalam reproduksi sel punca tersebut.

Sementara itu, di bidang kedokteran ada penciptaan obat IMOD yang berfungsi untuk meningkatkan fungsi ketahanan tubuh menghadapi virus AIDS. Sebagaimana diberitakan situs-situs sains dan kedokteran, keampuhan obat ini bahkan telah diakui oleh otoritas kedokteran dunia.

Beberapa waktu silam, misalnya, para pakar farmasi Iran juga berhasil mengeluarkan obat baru Angi Pars, dimana obat ini berfungsi untuk menyembuhkan luka penyakit diabetes atau kencing manis, sehingga bisa mencegah terjadinya amputasi.

Tentu juga dalam bidang pertahahan, yang belakanngan ini semakin digalakkan karena kebutuhan defense alias pertahanan diri, di mana Iran pun sudah menerima alokasi berbagai kreasi saintis dalam negeri Iran, dari pesawat tak berawak, kapal selam, berbagai jenis rudal, tank-tank perang, pesawat tempur, yang kesemuanya diciptakan oleh sebagian besar ilmuwan Iran.

Begitu pun di bidang robotik, Iran juga tidak ketinggalan dengan Jepang dan Barat. Kemudian teknologi Roket dan Satelit juga ikut andil dalam memajukan Iran.

Mendapati perkembangan yang demikian, Amerika dan kawan-kawan pun semakin jengkel dengan kemajuan Iran tersebut, sampai kemudian muncul sanksi PBB yang disetujui Barat, Eropa, dan mayoritas anggota Tidak Tetap Dewan Keamanan PBB (mayoritas anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB ini diduga karena ditekan Barat agar mendukung sanksi anti-Iran).

Namun, seperti kita lihat, Iran tetap tegak dan bahkan semakin tegak, sekaligus bermartabat. Dari madrasah manakah bangsa Iran ini belajar? Tak lain dari Madrasah Karbala Imam Husain ‘alayhis-salam. 

Iranian soldiers attend the National Army Day military parade in Tehran, Iran on April 18, 2014.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar