Orang-orang liberal ketika
menulis atau mewacanakan tentang Islam dan hal-hal yang berkaitan dengan Islam,
biasanya lebih cenderung untuk mempromosikan khazanah dan ideologi liberal itu
sendiri, dan Islam hanya sekedar dijadikan objek penderita.
Dengan kata lain, meski
mereka menulis dan membicarakan Islam dan hal-hal yang berkaitan dengan Islam,
intensi utama mereka adalah mewacanakan liberalisme itu sendiri –bukan mewacanakan
Islam-nya. Dan karenanya, acapkali Islam dipaksa agar sesuai dengan liberalisme
(utamanya agar sesuai dengan ideologi dan selera Amerika sebagai pengimpor
utama diskursus dan ideologi liberal itu sendiri).
Maka kemudian kita tak
usah heran bila saat ini ada istilah Islam Made In America (setelah lebih dulu
ada Islam Made In Hempher dan Lawrence of Arabia, yaitu Wahabi), yang kemudian
melahirkan muslim dan intelektual yang ter-Amerika-nisasi, dan tentu saja
menjadi para juru dakwah diskursus dan ideologi Amerika.
Jadi, letak kepentingan
mereka bukan pada Islamnya, tetapi pada usaha untuk mewacanakan liberalisme itu
sendiri –di mana Islam hanyalah pinjaman saja. Dan seperti sudah dikatakan, di
tangan orang-orang liberal, Islam hanya sekedar objek penderita yang berusaha “ditaklukkan”
agar sesuai dengan ideologi liberalisme dan selera Amerika.
Sikap kritis mereka dalam
membaca praktik masyarakat muslim di Indonesia, sikap kritis mereka atas
tradisi dan sejarah Islam, anehnya menjadi tumpul ketika mereka membaca Barat
(Amerika) dan kadang tanpa sadar ikut juga tercemari Islamophobia dalam
kadarnya yang lain. Seakan yang terjadi adalah perpindahan dan pertukaran,
sikap tidak kritis masyarakat muslim tertentu terhadap sejarah dan doktrin
Islam yang tercemari sejarah, dipraktekkan oleh orang-orang liberal Indonesia
ketika membaca Barat (Amerika).
Orang-orang liberal
berusaha menciptakan suatu sikap dan tafsir Islam dan hal-hal tentang Islam yang sesuai
dengan selera dan ideologi Amerika. Dan begitu pun sebaliknya, secara politik
dan finansial, Amerika menyokong dan mendanai lembaga-lembaga liberal di
Indonesia. Inilah salah satu varian lain dari apa yang kita sebut Islam Made In
America, disamping kelompok-kelompok teror yang mengatasnamakan Islam yang juga
diciptakan Amerika bersama-sama dengan mitra dan kliennya, yaitu klan Saud
Saudi Arabia dan Israel.
Meskipun demikian, kita
bukanlah orang-orang yang mengkritik secara buta, sebab niat kita sekedar ingin
berpendapat, dan kalau boleh menggunakan istilah yang agak keras, bahwa kita hanya sekedar ingin mengingatkan, bahwa jika kita membaca dan menggali
Islam secara bangga, dengan tidak menjadikan Islam sebagai subordinasi selera
dan ideologi Amerika, tentulah kita akan menemukan Islam otentik yang
disediakan oleh Islam itu sendiri.
Hal itu tak lain karena
kita tentu sadar, bahwa penyebaran ideologi Amerika dan diskursusnya,
disebarkan dan dilembagakan atas dasar motif dan kepentingan “penguasaan” dan “penaklukkan”.
Ketika Amerika berusaha
menciptakan Islam yang sesuai dengan selera dan ideologi mereka dengan
menggunakan instrument diskursus dan finansial mereka melalui
institusi-institusi yang mereka danai, pada saat itulah Amerika sedang berusaha
“mendikte” dan “mengendalikan”.
Untuk kasus Indonesia,
yang dimulai dengan penggulingan Bung Karno dan pengangkatan presiden boneka
mereka, yaitu Jenderal Soeharto, upaya Amerika tersebut dapat dikatakan telah
sangat berhasil ketika mereka mengkarbit sejumlah teknokrat Indonesia di masa
rezim Orde Baru tersebut, selain mengendalikan Soeharto sendiri, di mana
naiknya Soeharto itu sendiri ke tampuk kekuasaan adalah berkat strategi politik
Amerika dalam rangka memerangi komunisme di Indonesia.
Saat ini, sejumlah lembaga
donor Amerika pun masih terus menyokong dan mendanai institusi-institusi
liberal yang sesuai dengan selera dan pandangan ideologis mereka. Sementara klien
dan mitranya, yaitu klan Saud Saudi Arabia, gencar pula mendanai
lembaga-lembaga Wahabi (di mana orang-orangnya kemudian mudah dicetak menjadi
kelompok-kelompok fron teror dan menjadi teroris).
Dengan upayanya tersebut,
Amerika berusaha menciptakan kelompok-kelompok Islam yang sejalan dengan
kepentingan mereka, atau dalam bahasa kerasnya, menjadi pelayan dan
perpanjangan tangan kepentingan Amerika. Sementara di sisi lain, mereka juga
menyokong gerakan Wahabisme dan fron-fron teror yang mengatasnamakan Islam
dalam rangka memberikan citra buruk kepada Islam, yang dengan bahasa iklannya, mereka
ingin menyebar citra negatif tentang Islam dengan mengatakan:
“Kalau ingin tahu Islam,
lihatlah mereka (prilaku Wahabi dan fron-fron teror yang mengatasnamakan Islam)”.
Padahal mereka sendiri yang menciptakan dengan bantuan klien dan mitranya, yaitu
klan Saud Saudi Arabia dan sekte Wahabinya.
Hak cipta (C) pada Sulaiman Djaya (2015)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar