Dalam malamku betapa
singkat,
angin segera akan
bertemu dengan dedaunan.
Malamku betapa
singkat, betapa sarat kepedihan.
Wahai! Kau dengarkah
bisikan bayang-bayang?
di sana di tengah
malam sesuatu terjadi
bulan cemas dan merah
dan bergayut pada
langit-langit ini
yang mungkin runtuh
sewaktu-waktu.
Mendung, seakan
sekerumun perempuan berkabung
menunggu kelahiran
hujan
sedetik, lalu hening
bergenting.
Di balik jendela ini malam
gemetar
dan bumi berhenti. Di
balik jendela ini,
seorang asing tengah
cemas akan kau dan aku.
Engkau di kehijauan dekapkan
tanganmu,
kenangan membara itu ke
tanganku yang mencinta
Angin akan membawa
kita, angin
akan membawa kita.
(Forough Farrokhzad, Penyair
Perempuan Iran)
Mereka pun berjalan menuju
susunan alias barisan rumah-rumah (yang seperti mengambang di atas telaga ajaib
tersebut) melalui jembatan yang tersusun dari batu-batu yang entah karena apa,
juga mengambang dan tidak tenggelam. Semula Siswi Karina mengira rumah-rumah
itu tampak begitu dekat, namun ternyata cukup jauh juga.
Tahu bahwa Siswi Karina
ingin segera sampai di rumah-rumah itu, tanpa disadarinya Misyaila menyentuhkan
tongkat ajaibnya ke salah satu kaki Siswi Karina, dan tiba-tiba Siswi Karina
pun sudah ada di depan salah-satu rumah, tentu saja berbarengan dengan Misyaila
sendiri, yang menggunakan salah-satu rahasia ilmu Tuhan yang ia dapatkan dari
salah seorang Rasul.
“Shalom ‘Eleykum” ujar
Misyaila sembari mengetuk pelan pintu salah satu rumah tersebut. Tak berapa
lama, muncul seorang perempuan yang tingginya hanya separuh tinggi Siswi
Karina. Ia adalah Zipora, yang sekaligus kepala rumah tangga yang menggantikan
posisi dan tugas suaminya yang gugur dalam perang melawan para penyusup yang
bekerja untuk kekuatan buruk (jahat).
Ia telah mengenal
Misyaila, namun belum mengenal Siswi Karina, dan karena itu ia memperkenalkan
dirinya sembari agak membungkuk, dan segera dibalas oleh Sisiwi Karina dengan
memperkenalkan diri pula.
Di rumah itu, tentu saja,
Zipora tidak sendiri: ia ditemani satu anak lelakinya (si sulung) yang bernama
Ilias dan dua putrinya yang masing-masing bernama Hagar dan Sophia.
“Bolehkah kami menginap
semalam saja, Zipora,” ujar Misyaila, dan Zipora mengangguk tanda mengiyakan
permintaan Misyaila. Ia menyeru nama Sophia agar menyiapkan hidangan untuk
Siswi Karina dan Misyaila, serta untuk dirinya sendiri dan anak-anaknya, sementara
ia sendiri mempersilahkan kedua tamunya tersebut untuk segera masuk.
Kini mereka bersama-sama
sudah duduk di lantai rumah tersebut, yang seperti terbuat dari susunan batu Kristal,
di mana rumah itu sendiri meski dari luar tampak mungil, ternyata begitu luas
saat di dalam, yang lagi-lagi membuat Siswi Karina takjub.
Menu makan malam yang
disediakan Sophia untuk mereka adalah sebuah buah yang bernama Buah Barakat
yang berwarna merah menyala, tapi bentuk seperti mentimun, namun lebih panjang
dari mentimun normal, yang oleh Sophia telah dipotong-potong dan ditempatkan ke
masing-masing bejana berwarna hijau.
Semula Siswi Karina ragu
apakah dengan hanya memakan dua potong Buah Barakat tersebut rasa laparnya akan
hilang dan tenaganya akan pulih. Dan lagi-lagi, ia kembali heran ketika
merasakan nikmatnya buah tersebut, namun pada saat bersamaan ia pun merasa
terpuaskan dengan hanya memakan dua potong saja. Ia belum pernah merasakan kenikmatan
buah tersebut selama hidupnya.
Buah itu memiliki rasa
yang mirip anggur, tapi ia lebih nikmat dari anggur. Memiliki kelenjar cair
yang seperti jeruk, tapi rasa asam dan manisnya jauh melebihi rasa jeruk. Sungguh
Kuasa Tuhan yang Agung yang takkan pernah terpikirkan oleh akal manusia yang
acapkali arogan dan merasa diri mereka sanggup memahami misteri, padahal hanya
menduga-duga. Dan mereka tak perlu minum setelah memakan Buah Barakat tersebut –karena
buah tersebut menghilangkan lapar sekaligus haus.
Sementara itu, Misyaila
sendiri sudah sering singgah ke rumah Zipora, yang salah-satu alasannya adalah
karena ingin mengetahui keadaan anak-anak Zipora secara berkala. Barangkali ia
memang memiliki misi dan rahasia khusus kenapa ia begitu perhatian kepada
anak-anak Zipora, semenjak ayah mereka, yaitu Iliyyun, gugur ketika memimpin
pertempuran melawan para penyusup yang dikendalikan kekuatan buruk (atau
perintah jahat) dari sebuah dunia yang untuk sementara belum diketahui
Misyaila.
Usai makan bersama, dan
kemudian diteruskan dengan perbincangan yang tidak terlalu lama itu, Siswi
Karina dan Misyaila pun beristirahat di satu kamar dengan dua alat tidur yang
telah disediakan Zipora untuk masing-masing mereka. Esok mereka akan menuju
sebuah tempat yang sudah tentu tidak diketahui oleh Siswi Karina dan hanya
diketahui oleh Misyaila.
Sebuah tempat yang teramat
sangat purba, yang dikenal oleh para penduduk Telaga Kahana itu bernama Jaham,
sebuah tempat yang untuk sementara dicurigai oleh Misyaila sebagai asal pasukan
penyusup yang dikendalikan kekuatan buruk (kendali jahat) yang telah menewaskan
suami Zipora dan sejumlah penduduk lainnya beberapa tahun silam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar