Sabtu, 07 Februari 2015

Waktu dan Paradoks Kembar




Oleh Ronald C. Lasky (Sumber: Special Edition Scientific American – A Matter of Time, 2006, hal. 21-23)

Waktu tak boleh dianggap praeksis dalam pengertian apa pun; ia adalah kuantitas yang dibuat. (Hermann Bondi)

Sebagaimana bunyi pepatah, “Waktu adalah relatif”, mungkin tidak setenar “Waktu adalah uang”. Tapi gagasan bahwa waktu mencepat atau melambat tergantung pada seberapa cepat suatu objek bergerak relatif terhadap objek lain sudah pasti tergolong sebagai salah satu pengetahuan Albert Einstein yang paling terinspirasi [oleh pepatah tersebut].

Istilah “dilasi waktu” dibuat untuk menggambarkan pelambatan waktu akibat gerakan. Dan untuk mengilustrasikan efek dilasi waktu, dia mengajukan sebuah contoh—paradoks kembar—yang jelas merupakan eksperimen pikiran paling terkenal dalam teori relativitas. Dalam paradoks ini, salah seorang dari dua saudara kembar bergerak mendekati kecepatan cahaya menuju sebuah bintang jauh dan kemudian pulang ke Bumi. Relativitas mendikte bahwa ketika dia kembali, dia lebih muda dari kembaran identiknya.

Overview

Kita sudah menganggap bahwa waktu berdetak pada laju yang sama untuk setiap orang. Tapi teori relativitas Einstein menunjukkan bahwa asumsi ini tidak benar sama sekali.

Kasus klasik disparitas waktu adalah saudara kembar—yang salah satunya meninggalkan Bumi dan melakukan perjalanan pulang-pergi ke sebuah bintang mendekati kecepatan cahaya, dan saat pulang berumur jauh lebih muda dari saudaranya. Selisih umur ini hanya kelihatan ketika jarak yang panjang ditempuh pada kurang-lebih kecepatan cahaya.

Paradoksnya terletak pada pertanyaan “Mengapa saudara kembar yang berpergian [ke angkasa] lebih muda?” Relativitas khusus memberitahu kita bahwa sebuah jam yang diamati, yang bepergian pada kecepatan tinggi melewati seorang pengamat, terlihat berjalan lebih lamban—yakni, ia mengalami dilasi waktu. (Banyak dari kita memecahkan persoalan jam bepergian ini dalam ilmu fisika tingkat dua di universitas, untuk mendemonstrasikan salah satu efek sifat absolut kecepatan cahaya.) Karena relativitas khusus menyatakan bahwa tidak ada gerak absolut, bukankah saudara kembar yang bepergian ke bintang juga akan melihat jam saudaranya di Bumi bergerak lebih lamban? Jika demikian, bukankah mereka berdua akan berumur sama?

Paradoks ini dibahas dalam banyak buku tapi hanya dipecahkan sedikit. Tipikalnya dijelaskan bahwa orang yang merasakan akselerasi/percepatan adalah orang yang lebih muda di akhir perjalanan; karenanya, si kembar yang bepergian ke bintang berumur lebih muda. Walaupun ini benar, penjelasannya menyesatkan. Beberapa orang dapat berasumsi keliru bahwa akselerasi menyebabkan selisih usia tersebut dan bahwa teori relativitas umum, yang berurusan dengan kerangka referensi yang berakselerasi atau non-lembam, dibutuhkan untuk menjelaskan paradoks. Tapi akselerasi yang dibuat si pelancong adalah insidental, dan paradoks dapat diurai oleh relativitas khusus saja.

Perjalanan Antariksa yang Panjang dan Aneh

Mari kita asumsikan bahwa kedua saudara kembar, dipanggil “si pelancong” dan “si rumahan”, tinggal di Hanover, N.H.. Hasrat mereka dalam berkelana berbeda, tapi memiliki keinginan yang sama untuk membangun kapal antariksa yang bisa mencapai 0,6 kali kecepatan cahaya (0,6 c). Setelah mengerjakan kapal selama bertahun-tahun, mereka siap meluncurkannya, diawaki oleh si pelancong, menuju sebuah bintang yang jauhnya 6 tahun-cahaya.

Kapalnya akan berakselerasi dengan cepat sampai kecepatan 0,6 c. Untuk mencapai kecepatan tersebut, diperlukan lebih dari 100 hari pada akselerasi 2 g. 2 g adalah dua kali akselerasi gravitasi, hampir sama dengan yang dialami seseorang dalam tekukan tajam pada roller coaster. Namun, seandainya si pelancong adalah elektron, dia dapat berakselerasi sampai 0,6 c dalam sepecahan detik. Karenanya, waktu yang dibutuhkan untuk mencapai 0,6 c tidaklah esensial untuk argumen.

Si pelancong memakai persamaan kontraksi-panjang relativitas khusus untuk mengukur jarak. Jadi bintang yang menurut si rumahan 6 tahun-cahaya jauhnya, terlihat hanya berjarak 4,8 tahun-cahaya menurut si pelancong berkecepatan 0,6 c. Oleh karena itu, bagi si pelancong, perjalanan ke bintang tersebut hanya memakan waktu 8 tahun (4,8/0,6), sementara menurut kalkulasi si rumahan diperlukan waktu 10 tahun (6,0/0,6). Untuk memecahkan paradoks kembar ini, kita perlu mempertimbangkan bagaimana masing-masing saudara kembar memandang jam dirinya dan jam kembarannya selama perjalanan. Mari kita asumsikan bahwa masing-masing saudara kembar mempunyai teleskop sangat hebat yang memperkenankan observasi demikian. Yang mengejutkan, dengan fokus pada waktu yang dibutuhkan cahaya untuk berjalan di antara dua saudara kembar, paradoks bisa dijelaskan.

Baik si pelancong maupun si rumahan menyetel jam mereka pada nol ketika si pelancong meninggalkan Bumi menuju bintang. Saat si pelancong mencapai bintang, jamnya mencatat 8 tahun. Tapi saat si rumahan melihat si pelancong mencapai bintang, jam si rumahan mencatat 16 tahun. Mengapa 16 tahun? Karena, menurut si rumahan, kapal memakan waktu 10 tahun untuk menggapai bintang, dan cahaya memerlukan 6 tahun tambahan untuk kembali ke Bumi guna menunjukkan si pelancong di bintang. Jadi, dipandang lewat teleskop si rumahan, jam si pelancong terlihat berjalan pada setengah kecepatan jamnya (8/16).

Sewaktu si pelancong mencapai bintang, dia membaca jamnya mencatat 8 tahun seperti tadi disebutkan, tapi dia melihat jam si rumahan adalah sebagaimana keadaannya 6 tahun lalu (jumlah waktu yang diperlukan cahaya dari Bumi untuk mencapai dirinya), atau mencatat 4 tahun (10-6). Jadi si pelancong juga memandang jam si rumahan berjalan pada setengah kecepatan jamnya (4/8).

Dari Kembaran menjadi Adik

Dalam perjalanan pulang, si rumahan memandang jam si pelancong berjalan dari 8 tahun ke 16 tahun dalam waktu 4 tahun saja, karena jamnya mencatat 16 tahun saat melihat si pelancong meninggalkan bintang dan akan mencatat 20 tahun saat si pelancong tiba di rumah. Jadi si rumahan kini melihat jam si pelancong maju 8 tahun dalam 4 tahun waktu dia; dua kali lebih cepat dari jamnya.

Sewaktu si pelancong pulang, dia melihat jam si rumahan maju dari 4 tahun ke 20 tahun dalam 8 tahun waktu dia. Oleh karena itu, dia juga melihat jam saudaranya maju dua kali lebih cepat dari jamnya. Namun mereka berdua sependapat bahwa di akhir perjalanan, jam si pelancong mencatat 16 tahun dan jam si rumahan mencatat 20 tahun. Jadi si pelancong lebih muda 4 tahun.

Keasimetrian dalam paradoks ini adalah bahwa si pelancong meninggalkan kerangka referensi Bumi dan pulang, sementara si rumahan tak pernah meninggalkan Bumi. Keasimetrian lain adalah bahwa si pelancong dan si rumahan sependapat dengan catatan pada jam si pelancong di setiap peristiwa, tapi mereka tidak sependapat mengenai catatan pada jam si rumahan di setiap peristiwa. Aksi si pelancong menentukan peristiwa.

Efek Doppler dan relativitas bersama-sama menjelaskan efek ini secara matematis pada setiap jenak. Pembaca harus juga mencatat bahwa kecepatan jam yang diamati tergantung kepada apakah jam tersebut sedang bergerak menjauh atau mendekati pengamat.

Terakhir, kita harus mengatakan bahwa paradoks kembar hari ini lebih dari sekadar teori, sebab landasannya telah dikonfirmasikan berdasarkan eksperimen secara meletihkan. Dalam salah satu eksperimen, umur pembusukan muon memverifikasi eksistensi dilasi waktu. Muon diam (stationary muon) mempunyai umur sekitar 2,2 mikrodetik. Saat bergerak melewati seorang pengamat pada kecepatan 0,9994 c, umurnya meregang menjadi 63,5 mikrodetik, persis sebagaimana diprediksi oleh relativitas khusus. Eksperimen-eksperimen di mana jam atom diangkut pada kecepatan berubah-ubah juga telah memberikan hasil yang mengkonfirmasi relativitas khusus dan paradoks kembar.

1 komentar: