Oleh Sulaiman Djaya (Esais dan penyair)
“Dan langit itu Kami
bangun dengan kekuasaan (Kami) dan sesungguhnya Kami benar-benar meluaskannya”
(al Qur’an Surah Adz-Dzaariyat, 51:
47). “Jika relativitas umum benar, model apa pun yang masuk akal tentang jagat
raya harus dimulai dengan singularitas –jagat raya mempunyai awal” (Stephen
Hawking dan Roger Penrose). “Jagat raya memuai” (Edwin Hubble).
Barangkali pernah
terbersit dalam pikiran kita tentang bagaimana alam semesta diciptakan? Atau
katakanlah bagaimana mula jagat raya? Adakah ia ada dengan sendirinya atau
“dicipta” oleh Sang Pencipta? Dan kita tahu juga, belakangan ini, banyak
spekulasi dan teori atas pertanyaan ini. Namun, terlepas dari semua jawaban
yang akan keluar, mungkin tak ada salahnya bila sekarang kita akan melakukan
perjalanan sejenak ke masa lampau dengan mesin waktu fiktif kita, karena dengan
kita sedikit berpikir tersebut, tentu akan pula menambah cara pandang kita
kepada dunia.
Dan memang banyak
sekali ilmuwan dan filsuf yang ingin menjelaskan bagaimana alam semesta itu
berasal –dari dulu, dari sejak era Yunani, jaman keemasan Islam, hingga saat
ini, pun masih terus berlanjut. Dalam hal ini, seorang filsuf Jerman, Immanuel
Kant, menjelaskan bahwa alam semesta ada selamanya dan bahwa setiap kemungkinan
apapun, meskipun mustahil, harus dianggap mungkin. Sebenarnya ini bukanlah
pandangan baru. Pemikiran ini pernah dicetuskan oleh Democritus dan memang
diterima luas pada waktu itu. Kant pernah berkata: “Ada alasan yang sama
sahihnya untuk percaya bahwa jagat raya mempunyai awal dan untuk percaya bahwa
jagat raya tidak mempunyai awal”.
Akan tetapi, puluhan
tahun silam, tepatnya pada tahun 1922, seorang fisikawan Rusia, Alexander
Friedman, dalam perhitungannya menghasilkan sebuah temuan mengejutkan. Dia
menyimpulkan bahwa alam semesta tidaklah statis –yang artinya sebuah impuls
kecil sudah mampu untuk membuat alam semesta ini mengerut ataupun mengembang.
Persis, berdasarkan
hasil penghitungan Friedman tersebut, George Lemaitre seorang ahli astronomi
Belgia menyangkal apa yang dikatakan Immanuel Kant yang menyatakan alam semesta
ini statis. Lemaitre, dengan berani menyatakan bahwa alam semesta mempunyai
permulaan dan bahwa ia mengembang sebagai akibat dari sesuatu yang telah
memicunya. Dia juga menyatakan bahwa tingkat radiasi (rate of radiation)
dapat digunakan sebagai ukuran akibat (aftermath) dari “sesuatu” itu.
Sementara itu, alias
selanjutnya, di tahun 1929, seorang ilmuwan bernama Edwin Hubble di
Observatorium Mount Wilson California membuat penemuan astronomi yang menjadi
bukti dari pernyataan Friedman dan Lemaitre di atas. Ia menemukan dalam
pengamatannya bahwa bintang – bintang cenderung ke arah spektrum merah. Dalam
Fisika kita tahu bahwa spektrum berkas cahaya yang menjauhi bumi cenderung ke
arah merah. Ini menimbulkan kesimpulan bahwa bintang – bintang ini menjauhi
bumi. Bukan hanya itu saja, karena Hubble juga menemukan bahwa bintang –
bintang itu ternyata saling menjauh satu dengan lainnya. Jadi kesimpulan dari
penemuan yang diperoleh Hubble adalah bahwa alam semesta ini tidaklah statis
tapi mengembang seiring dengan waktu.
Singkatnya, dalam hal
demikian, Stephen Hawking, Albert Einstein, Roger Penrose dan yang sejalan
dengan temuan-temuan ilmiah mereka, merupakan para ilmuwan yang dapat dikatakan
memiliki “pandangan” bahwa jagat raya memiliki awal alias diciptakan –dari
tiada menjadi ada, meski kita tidak tahu “kapan” mulanya. Dan soal ini masih
menjadi perdebatan hingga saat ini.
Hanya saja, dalam
tulisan singkat ini, pertanyaannya adalah: apa hubungan mengembangnya alam
semesta dengan awal jagad raya? Jawabannya tak lain adalah jika alam semesta
semakin besar sejalan dengan waktu, maka bila kita mundurkan waktu kita akan
mendapati alam semesta akan mengerut, terus mengerut sampai suatu titik
tertentu. Titik ini berkerapatan tak hingga dan volume nol. Titik ini memiliki
gaya gravitasi yang tak hingga besarnya. Titik nol ini sama dengan “tidak ada”
karena sains memang tidak mengenal materi yang bervolume nol. Dan inilah
teka-tekinya.
Untuk sementara ini,
kesimpulannya adalah bahwa alam semesta kita muncul dari hasil ledakan massa
dan gaya gravitasi yang tak hingga yang mempunyai volume nol ini. Ledakan ini
bernama “Big Bang” atau Ledakan Besar alias Dentuman Akbar. Sedangkan
sebuah fakta lain yang kita temukan di sini adalah bahwa ternyata alam semesta
ini memiliki awal dan mengembang seiring dengan waktu. Dulu,
Einstein memang pernah melakukan kesalahan besar dalam hidupnya dengan
mempertahankan teori keadaan tetap, sebelum ia merevisi pandangannya setelah
berkenalan dengan al Qur’an dan Islam.
Kemudian pertanyaan
selanjutnya adalah bagaimana dengan waktu? Tentu waktu itu tidak ada bila
materi tidak ada. Menurut teori relativitas, ruang-waktu adalah dinamis, dan
bergantung pada distribusi materi dan energi, di mana dalam hal ini ruang-waktu
adalah relasional, bukan absolut. Artinya, secara singkat, jika semua materi
dihilangkan, tidak ada yang tersisa – tidak ada ruang-waktu jika tidak ada
materi. Ruang-waktu tidaklah eksis dengan sendirinya, tapi ruang-waktu adalah
network (jaringan) dari hubungan dan perubahan.
Sedangkan soal
keluasan semesta itu sendiri, saya teringat pernyataan Stephen Hawking: “Jagat
raya tidak mempunyai tapal batas”. Nah, tepat dari sinilah kita bisa merenung
tentang kebenaran bahwa alam semesta ini memang diciptakan. Siapakah yang
menciptakan alam semesta ini? Saya pribadi, sebagai muslim, mempercayai apa
yang dinyatakan dalam al-Qur’an dalam soal siapa penciptanya ini. Salam dan
terimakasih karena telah membacanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar