Hak cipta (c)Sulaiman Djaya
Kini kereta kuda yang dinaiki Misyaila, Siswi Karina, Ilias, Hagar, dan Sophia itu telah sampai di gerbang utama Negeri Farisa. Gerbang utama itu adalah juga pintu utama benteng yang sangat tebal dan tinggi yang melindungi dan mengelilingi Negeri Farisa. Benteng dan gerbang utama itu bernama Gerbang Benteng Farsana.
Kini kereta kuda yang dinaiki Misyaila, Siswi Karina, Ilias, Hagar, dan Sophia itu telah sampai di gerbang utama Negeri Farisa. Gerbang utama itu adalah juga pintu utama benteng yang sangat tebal dan tinggi yang melindungi dan mengelilingi Negeri Farisa. Benteng dan gerbang utama itu bernama Gerbang Benteng Farsana.
Dan
seperti biasanya, kereta kuda yang mereka naiki itu pun segera menghilang
begitu saja ketika mereka telah turun dan ketika kaki-kaki mereka telah menginjakkan
tanah. Gerbang utama itu ternyata dijaga sejumlah prajurit dan tentara yang
dilengkapi dengan pakaian dan topi pelindung dari bahan-bahan baja, besi, dan
bahan-bahan lainnya. Senjata mereka terdiri dari pedang dan tombak, tapi bukan
sembarang pedang dan tombak. Sebab tombak-tombak mereka juga berfungsi sebagai
pesawat-pesawat terbang yang bisa mereka naiki ketika terjadi peperangan atau
ketika terjadi situasi gawat-darurat.
Rupanya
pimpinan prajurit dan tentara yang menjaga gerbang utama bernama Farsana itu
telah mengenal Misyaila, namanya Roshtam. “Selamat datang kembali, saudariku!”
ujar Roshtam kepada Misyaila, “dan siapa gerangan empat orang yang bersamamu
ini?” Tanya Roshtam. Mendengar pertanyaan Roshtam tersebut, Misyaila pun segera
memperkenalkan Siswi Karina, Hagar, Ilias, dan Sophia kepadanya. “Mereka-lah
yang ingin kutawarkan untuk menjadi penduduk negeri ini.” Jawab Misyaila. “Jika
demikian, sebaiknya kita segera menghadap Raja Nazad.” Seru Roshtam.
Ternyata
jarak dari gerbang utama ke pusat ibukota Negeri Farisa cukup jauh juga dengan
hanya berjalan kaki. Dan sepanjang jalan itu pula tampak barisan prajurit dan
tentara berbaris dengan khidmat dan rapih.
Dan
sekarang mereka telah sampai di kediaman Raja Nazad, dan raja itu pun segera
menyambut mereka dan mempersilahkan mereka untuk duduk di kursi-kursi melingkar
yang ada di kediaman tersebut. “Sudah lama sekali kau tak datang.” Kata Raja
Nazad kepada mereka. “Beberapa waktu lamanya memang aku sengaja ingin
mengetahui sejumlah negeri, dan timbullah keinginanku untuk mendatangi negeri
yang pernah kukunjungi.” Balas Misyaila. “Negeri apa itu?” Tanya Raja Nazad.
“Telaga Kahana.” Jawab Misyaila. “Oh rupanya negeri yang dulu dipimpin salah
seorang sahabatku yang kini telah wafat itu!” ujar Raja Nazad. “Yah benar, “
kata Misyaila, “dan inilah anak-anak sahabatmu itu, yang ingin kutawarkan agar
ia menjadi penduduk negerimu dan dilatih oleh para jenderalmu atau dididik oleh
orang-orangmu.” Lanjut Misyaila.
Setelah
sejenak terdiam, Raja Nazad akhirnya mengiyakan apa yang ditawarkan Misyaila
tersebut. Sang raja itu pun memanggil beberapa prajurit untuk membawa Hagar,
Ilias, dan Sophia ke sebuah tempat yang akan menjadi rumah mereka selama mereka
telah diterima menjadi penduduk di Negeri Farisa tersebut.
Sementara
itu, Siswi Karina dan Misyaila, diantarkan oleh beberapa prajurit dan tentara
ke sebuah pemondokan yang berbeda, yang tak jauh dari kediaman Raja Nazad. Kala
itu, di luar, waktu sebentar lagi menjemput siang-nya. Pemandangan dan suasana
pedesaan yang mengelilingi pusat ibukota tersebut sangat indah. Lanskap
lembah-lembah, bukit-bukit kecil serta beberapa gunung tampak jelas terlihat
dari pusat ibukota Negeri Farisa tersebut. Memang, mayoritas penduduk tersebut
dapat hidup dari hasil pertanian, peternakan, dan juga kerajinan, seperti
kerajinan membuat perhiasaan dan senjata.
Di
antara para penduduk yang hidup di sekitar lembah-lembah dan gunung-gunung
itulah, hidup para empu dan sejumlah kecil orang-orang bijak bestari yang
kadangkala diundang Raja Nazad untuk dimintai pendapatnya bila ada hal-hal
penting menyangkut nasib Negeri Farisa, semisal bila ada ancaman agressi dari
Negeri Amarik yang pernah datang dan menyerang Negeri Farisa dengan
pesawat-pesawat aneh super canggih mereka yang memang terbilang belum dapat
dibuat oleh orang-orang di negeri-negeri lain.
Ada
pun negeri di mana Misyaila lahir, diciptakan, dan hidup adalah sebuah negeri
yang jauh sangat berbeda dari negeri-negeri lainnya di muka bumi, karena negeri
itu terletak di balik samudra yang teramat luas dan misterius, di mana di balik
samudra tersebut ada dua gunung gaib yang belum dicapai dan diketahui manusia.
Dan di antara dua gunung itulah terletak negeri di mana Misyaila berasal.
Sebagaimana Negeri Telaga Kahana yang juga dihuni oleh para penduduk setengah
peri dan juga hanya dapat dijangkau oleh mereka yang memiliki kekuatan dan
pengetahuan tertentu (seperti pengetahuan yang telah dikuasai oleh segelintir
orang di Negeri Amarik), negeri di mana Misyaila berasal adalah negeri yang dihuni
ragam makhluk dan penduduk yang ajaib.
Sungguh sebuah malapetaka
yang tak diduga, di saat Misyaila, Siswi Karina, Ilias, Hagar dan Sophia sedang
berada di Negeri Farisa, bangsa Amarik menyerang Negeri Telaga Kahana. Penyerangan
itu dipimpin langsung oleh Jarjus Bushan yang terkenal mengahalalkan segala
cara itu.
Dalam pertarungan dan
pertempuran yang tak seimbang dari segi persenjataan tersebut, banyak prajurit
dan penduduk Negeri Kahana gugur, sementara beberapa penduduk lainnya berusaha
memimpin migrasi anak-anak dan kaum perempuan ke tempat perlindungan yang tak
diketahui Bangsa Amarik melalui jalan terowongan rahasia di bawah tanah.
Namun, meski dengan
kekuatan dan persenjataan yang tak seimbang itu, para prajurit Negeri Telaga
Kahana bertempur dengan gagah berani, hingga mereka pun sanggup memberikan
perlawanan yang sengit kepada para pasukan penyerang.
Mereka juga berhasil
menjatuhkan banyak pesawat-pesawat canggih milik Bangsa Amarik yang menghujani
peluru-peluru panas ke negeri mereka dan berusaha menyerang mereka tersebut. Dengan
menggunakan kuda-kuda ajaib yang tangkas dan berlari cepat yang acapkali bagai
terbang dengan lesatan yang cepat dan tangkas, mereka terus meluncurkan
panah-panah mereka ke arah pesawat-pesawat bangsa Amarik yang juga bergerak
cepat tersebut.
Sebagian dari mereka
melancarkan perang gerilya dengan cara menyergap setiap pasukan Bangsa Amarik
yang mendekat ke alat-alat penjebak yang telah lama mereka ciptakan sebagai
persiapan bila sewaktu-waktu ada serangan, dan ternyata memang benar.
Tanpa sadar, kedatangan
pasukan Bangsa Amarik tersebut disambut dengan hantaman-hantaman jebakan yang
telah dibuat para prajurit dan penduduk Negeri Telaga Kahana. Banyak dari prajurit
dan pasukan Bangsa Amarik yang masuk dalam perangkap mereka atau gugur terkena
senjata dan alat-alat perangkap, dan seketika itulah mereka tewas dengan
sia-sia karena tak sempat menyerang.
Kejadian-kejadian itu tak
pernah disadari dan diantisipasi sebelumnya oleh Jarjus Bushan yang memimpin
agresi tersebut, sebagaimana ia juga tak menyangka bahwa prajurit dan rakyat
Negeri Telaga Kahana ternyata adalah orang-orang yang cerdik dan telah
mempersiapkan diri dengan matang dan cermat akan hal-hal yang tak terduga di
masa depan. (Bersambung)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar