(Gambar: Dashtan dan Tamina)
Hak cipta ©Sulaiman Djaya
Engkau tidak tahu
menderita dan tak tahu menyelamatkan diri,
karena dengan menyentuh
api sedikit saja engkau lari.
Adapun aku, aku tetap, agar dimakan api.
Adapun aku, aku tetap, agar dimakan api.
Jika api cinta membakar
sedikit dari sayapmu,
kamu harus berani
membiarkannya terbakar seluruhnya.
Dan ketika malam belum
menghabiskan saatnya.
Seorang wanita mendadak
mematikan lilin itu.
Ketika lilin itu
mengeluarkan asap ke atas, wanita itu berkata:
ini adalah hukum cinta
yang tak dapat dirubah, oh anakku.
Inilah rahasia itu, jika
engkau ingin mengetahuinya.
Dari api cinta tak seorang
pun dapat selamat, kecuali dengan mati.
(Sa’adi dari Persia)
Setelah mengetahui Negeri Amarik
yang terlindungi dengan tekhnologi super canggih tersebut dari balik bukit
sebuah gunung, Misyaila dan Siswi Karina memutuskan untuk kembali ke Negeri
Telaga Kahana, sementara kala itu waktu sudah tiba di jung senja. Betapa indah
cahaya senja saat itu, sementara aneka keindahan pohon dan yang ada si
sekitarnya turut pula menyusun lanskap-lanskap keindahan yang lain. Dan seperti
biasa, kereta super cepat mereka pun kembali hadir begitu saja ketika mereka
hendak menempuh perjalanan, kali ini perjalanan kembali ke Negeri Telaga Kahana.
Segera saja, setelah
mereka telah berada di dalam kereta super cepat mereka tersebut, kereta yang
ditarik kuda-kuda putih bertanduk indah (yang mirip para Unicorn) itu melesat
bak kecepatan cahaya, menempuh perjalanan pulang ke Negeri Telaga Kahana dari
Negeri Amarik yang jaraknya memang sangat jauh.
Sesampainya di Negeri
Telaga Kahana, mereka pun kembali menuju rumah keluarga Zipora, dan Zipora pun
dengan ikhlas mempersilakan mereka masuk, seperti sebelumnya. Mereka pun
kembali makan dan menginap di rumah tersebut, juga seperti yang mereka lakukan
sebelumnya.
“Bolehkan saya tahu apa
telah kalian lakukan?’ ujar Zipora membuka perbincangan setelah makan malam
itu. “Kami telah mengetahui tempat keberadaan sebuah bangsa yang orang-orangnya
dulu pernah menghancurkan negeri kamu ini.” Jawab Misyaila. “Negeri itu sungguh
di luar dugaan kami dan memiliki perlindungan yang sangat kuat. Sepertinya, jika
kalian ingin melindungi negeri kalian ini, kalian harus juga membangun
pertahanan dan perlindungan yang kuat dan harus memiliki orang-orang yang
terlatih untuk berperang dalan keadaan yang akan terjadi kapan saja. Kalian harus
mempersiapkan diri untuk sesuatu yang bisa saja terjadi di masa depan.”
Mendengar apa yang
dikatakan Misyaila tersebut, Zipora tampak sedikit agak sungkan dan sedikit
merenung. Ingin rasanya ia tidak membenarkan apa yang dikatakan Misyaila
tersebut, namun pada sisi yang lain, kebenaran apa yang dikatakan oleh Misyaila
itu tak bisa ditolak sebagai sebuah fakta tak terbantahkan bila nasib Negeri
Telaga Kahana tidak ingin terulang, nasib yang membuat suami Zipora gugur dalam
perjuangan perlawanan yang gagah berani menghadapi para agressor dari Negeri
Amarik dengan senjata-senjata super canggih mereka.
Kala itu, Negeri Telaga
Kahana nyaris musnah jika saja tak ada bantuan, semacam mukjizat, ketika
penduduk negeri tersebut kedatangan sebuah pasukan burung-burung yang tangkas
melemparkan batu-batu panas yang menimpa para agressor dari Negeri Amarik yang
menyerang dengan ganas negeri Zipora yang dikunjungi Misyaila dan Siswi Karina
itu.
Saat itulah, Misyaila
adalah salah satu pemimpin pasukan burung-burung yang membantu para penduduk
Negeri Telaga Kahana yang ketika itu menghadapi kekuatan luar biasa yang nyaris
saja memusnahkan mereka semua.
“Aku sendiri yang akan
melatih anakmu, Ilias, menjadi seorang prajurit dan panglima perang!” Lanjut
Misyaila kepada Zipora. “Watak dan kecerdasan anakmu itu cukup memberitahuku
bahwa ia yang kelak akan menggantikan ayahnya sebagai pemimpin yang kuat. Sementara
itu dua adik-adik Ilias, dua anakmu yang bernama Hagar dan Sophia, akan kami
didik sebagai perempuan-perempuan yang memiliki pengetahuan-pengetahuan yang
kami miliki.”
Saat Misyaila berbicara
kepada Zipora tersebut, ketiga anak Zipora tersebut: Ilias, Hagar, dan Sophia,
hadir dan mendengarkan apa yang dikatakan Misyaila. Jika Zipora menyetujui
usulan dan keinginan Misyaila itu, maka Ilias, Hagar, dan Sophia akan dibawa ke
Negeri Farisa, negeri yang dikenal karena kecerdasan para pemimpinnya dan karena
kemajuan ilmu pengetahuan mereka yang setara dengan ilmu pengetahuan
orang-orang di Negeri Amarika. (Bersambung)
(Ibukota Persia Kuno)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar