Kamis, 21 Mei 2015

Siswi Karina di Negeri Para Peri (Bagian Kesebelas)




Hak cipta ©Sulaiman Djaya

Malam itu Siswi Karina dan Misyaila kembali menginap di tempat tinggalnya Zipora untuk yang kesekian kalinya, sejak Siswi Karina pertama kali datang ke negeri Telaga Kahana. Namun kali ini Siswi Karina telah diijinkan tinggal di kediaman itu selama yang dikehendaki Siswi Karina.

Sementara itu sejumlah penduduk negeri Telaga Kahana tengah berduka karena kematian anggota keluarga mereka dan saudara-saudari mereka akibat perang dengan bangsa Amarik berjam-jam sebelumnya, Siswi Karina dan Zipora diam-diam telah saling akrab satu sama lain malam itu.

Keakraban mereka tersebut tentulah sejalan dengan keinginan Misyaila yang memang menghendaki Siswi Karina menjadi teman dan sahabat bagi Zipora selama ketakhadiran anak-anak Zipora yang kini tinggal di negeri Farsa nun jauh dari negeri Telaga Kahana. Selain itu, Misyaila juga memutuskan untuk kembali ke negerinya sendiri selama beberapa waktu yang dibutuhkan.

Maka, keesokan harinya dengan mengendarai kereta ajaibnya itu, Misyaila melesat cepat tanpa ditemani Siswi Karina,  untuk kembali ke negerinya yang telah ia tinggalkan selama beberapa hari demi penjelajahan dan petualangan yang disukainya.

Tak berapa lama, Misyaila dan kereta ajaibnya itu pun segera menjadi gaib di hadapan Siswi Karina dan Zipora yang pagi itu sejenak memperhatikannya dalam kemesraan cuaca dan udara pagi yang sesekaki mengirim aroma semerbak wewangian dari pohon-pohon bunga yang tumbuh di negeri tersebut.

Sedangkan jauh di negeri lain, yaitu di negeri Farsa, tampak Ilias sedang berlatih ketangkasan perang dan keterampilan militer bersama Jenderal Roshtam. Berulangkali Ilias terjatuh karena pukulan dan ketangkasan Jenderal Roshtam yang melatihnya itu, namun bangkit kembali sebelum akhirnya terjatuh lagi karena belum berhasil mengalahkan Jenderal Roshtam yang melatihnya dengan cepat, gesit, dan tangkas itu.

Hari itu, Jenderal Roshtam memang bermaksud melatih daya tahan dan ketangkasan tubuh Ilias sendiri serta kematangan bathinnya sebagai prajurit dan calon pemimpin sebelum melatihnya dengan kecakapan menggunakan aneka ragam senjata. Sebab, bagi Jenderal Roshtam, kemahiran menggunakan senjata adalah urusan nomor dua, dan yang terpenting bagi seorang prajurit dan calon pemimpin adalah kekuatan dan kematangan tubuh dan jiwanya sendiri.

Tak jauh dari lapangan di mana Ilias dan Jenderal Roshtam sedang mempraktekkan latihan kedirgantaraan dan keprajuritan itu, Hagar dan Sophia tengah belajar tentang ilmu mistis dan aneka ragam mantra.

Pertama-tama mereka diajarkan tentang mantra dan kekuatan dengan menggunakan tongkat kecil yang ada di tangan mereka. Saat itu, guru mereka, yaitu Ratu Washti, mempraktekkan sendiri bagaimana menggerakan tongkat kecil di tangannya sembari merapalkan dan melafalkan mantra dengan lidah dan mulutnya, dan seketika itu sebuah cahaya keluar dari tongkat kecil yang dipegangnya, dan cahaya itu meluncur cepat ke sebuah kayu di atas meja yang seketika itu hancur menjadi debu karena hantaman cahaya mirip sinar laser yang meluncur begitu cepat dari ujung tongkat yang dipegang tangan Ratu Washti tersebut.

Melihat hal itu, Hagar dan Sophia tampak terkagum-kagum dan mereka mencoba trik mereka sendiri, namun gagal dan malah tongkat kecil mereka yang terbakar hingga telapak tangan mereka merasakan panas karena aliran panas yang merambat dengan cepat ke tangan mereka saat tongkat kecil mereka terbakar tersebut.

Kejadian itu membuat Ratu Washti tersenyum sembari menahan tawa, dan ia pun segera memberi dua tongkat kecil baru kepada Hagar dan Sophia, dan segera ia memerintahkan mereka untuk mengulangi ilmu menggunakan kekuatan dengan senjata tongkat dan daya magis mantra yang telah diajarkan Ratu Washti tersebut, dan kali ini mereka berhasil, sebuah keberhasilan yang langsung disambut dengan tepukan tangan Ratu Washti.

Hari itu, cuaca di negeri Farsa sedikit dirundung bintik-bintik salju, di saat di negeri Telaga Kahana tengah mekar dan merebaknya bunga-bunga ajaib yang mengirimkan aroma wewangian melalui hembusan angin itu, hingga keadaan cuaca di negeri Farsa tersebut terasa cukup membuat gigil para penduduknya kala itu. (Bersambung



Tidak ada komentar:

Posting Komentar