Oleh Orhan Basarab
Semenjak hari pertama
menjadi sultan, Mehmed II telah mematrikan tekad untuk mewujudkan cita-cita
leluhurnya, menaklukkan Konstantinopel. Oleh karena itu, ia segera menyiapkan
segala sesuatunya untuk mewujudkan cita-cita itu. Birokrasi kerajaan ia
rapikan. Tentara perang ia tata. Strategi ia matangkan.
Bagi Mehmed II menaklukkan
Konstantinopel memang tidak mudah. Sebagai benteng Kristen di Eropa dan Asia,
tentu pasukan Salib akan berusaha sekuat tenaga untuk mempertahankan diri. Ini
terbukti bahwa sejak kakek buyutnya penaklukan Konstantinopel tak pernah bisa
terwujud. Sudah ratusan ribu pasukan telah dikerahkan, namun benteng
Konstantinopel tak bisa ditembus. Pada masa kakeknya misalnya, pasukan Turki
Ottoman telah berhasil mengepung Konstantinopel sehingga bisa memaksa Kaisar
Konstantinopel pada waktu itu menyerah. Akan tetapi, keberhasilan yang sudah
berada di depan mata itu akhirnya berantakan ketika tentara Mongol yang
dipimpin Timurlenk menyerang Turki Ottoman.
Menghadapi kondisi yang
sulit tersebut maka mau tak mau kakek Mehmed II, Bezayid, menarik pasukannya
dari Konstantinopel. Belajar dari kegagalan demi kegagalan tersebut maka selain
mempersiapkan kekuatan militer, Mehmed II juga mempelajari segala hal tentang
Konstantinopel. Salah satu yang ia pelajari adalah mitologi tentang kota tua
itu. Sepanjang hari ia habiskan waktunya di perpustakaan. Buku-buku kuno ia
buka dan baca halaman demi halaman. Ia berusaha terus mencari rahasia di balik
benteng-benteng Konstantinopel sehingga kota itu tak mudah dirobohkan.
Setelah sekian lama
menyusuri isi buku demi buku akhirnya Mehmed II menemukan apa yang dicarinya.
Dalam sebuah buku dijelaskan tentang keyakinan rakyat Konstantinopel. Mereka,
rakyat Konstantinopel, percaya bahwa kota mereka akan selalu dilindungi oleh
bulan purnama. Bagi mereka bulan purnama ibarat payung suci yang akan selalu
memberikan berkah pada Konstantinopel. Pertama kali membaca mitologi ini
awalnya Mehmed II tidak begitu hirau. Akan tetapi, setelah merenungkannya
akhirnya ia memperoleh pelajaran yang cukup berharga, yang kelak pelajaran
tersebut akan ia gunakan ketika menyerang Konstantinopel. Begitu mendapatkan
apa yang telah dicarinya, rasa percaya Mehmed II semakin bertambah. Ia yakin
Konstantinopel akan dapat dikuasai.
Kini secara mental Mehmed
II telah siap. Sekarang tinggal bagaimana ia mempersiapkan pasukannya. Turki
Ottoman memang telah memiliki yanisari, sebuah pasukan khusus yang andal. Tapi
Mehmed II menyadari kalau hal ini tidak akan cukup untuk bisa mengalahkan
Konstantinopel. Maka ia mengundang beberapa ahli pembuatan mesiu dan pengolahan
logam. Selama beberapa hari mereka mengadakan diskusi yang mendalam tentang
pembuatan senjata baru. Dan, akhirnya mereka mampu mengembangkan meriam jenis
baru. Meriam ini diberi nama Orhan. Para sejarawan mencatat bahwa meriam yang
dibuat tersebut–diberi nama Meriam Raja–merupakan meriam terbesar pada masa
itu, beratnya ratusan ton dan memerlukan ratusan tentara untuk mengangkatnya.
Jam telah berganti hari.
Hari berganti bulan. Dan, persiapan pun semakin matang. Pada titik akhir
persiapan Mehmed II telah berhasil mengumpulkan 250.000 pasukan, jumlah ini
lebih besar dari kekuatan militer manapun. Selama bertahun-tahun pasukan
tersebut telah dilatih untuk menghadapi segala macam medan pertempuran.
Setelah persiapan militer
ia anggap cukup, Mehmed II membuat perjanjian damai dengan musuh-musuhnya.
Perjanjian yang dibuat antara lain dengan Kerajaan Galata. Strategi ini
ternyata cukup ampuh. Adanya perjanjian-perjanjian tersebut membuat Bizantium
panik. Oleh karena itu, tak mengherankan kalau mereka mencoba membujuk Mehmed
II agar menghentikan serangan. Akan tetapi, usaha itu sia-sia. Mehmed II
bergeming. Ia teguh pada pendiriannya.
Strategi selanjutnya yang
dilakukan Mehmed II adalah menguasai kota Rumeli. Kota ini terletak di Selat
Bhosphorus, di antara tebing yang memisahkan Eropa dan Asia. Sejak lama kota
ini mempunyai peran yang penting bagi pelayaran dunia. Kapal dari Eropa yang
hendak ke Asia, dan begitu sebaliknya, selalu melalui kota ini. Dengan
direbutnya kota tersebut oleh pasukan Mehmed II maka jalan untuk menguasai Konstantinopel
tinggal sejengkal lagi.
Penyerangan
Pasukan telah dikerahkan meninggalkan ibu kota Turki Ottoman. Di barisan paling depan panji-panji bulan sabit berkibar-kibar tertepa angin. Di belakangnya para prajurit berjalan dengan tatapan penuh dengan keyakinan. Ketika kaki-kaki mulai meninggalkan gerbang kota, rakyat berdiri di pinggir jalan, memberikan semangat pada pasukan yang akan maju berperang. Hal ini tentu saja menambah semangat para prajurit semakin bergemuruh. Mereka semakin yakin kalau kemenangan itu akan datang.
Pasukan telah dikerahkan meninggalkan ibu kota Turki Ottoman. Di barisan paling depan panji-panji bulan sabit berkibar-kibar tertepa angin. Di belakangnya para prajurit berjalan dengan tatapan penuh dengan keyakinan. Ketika kaki-kaki mulai meninggalkan gerbang kota, rakyat berdiri di pinggir jalan, memberikan semangat pada pasukan yang akan maju berperang. Hal ini tentu saja menambah semangat para prajurit semakin bergemuruh. Mereka semakin yakin kalau kemenangan itu akan datang.
6 April 1453 dan hari-hari berikutnya
Pasukan Turki Ottoman sampai di pintu gerbang Konstantinopel. Begitu sampai di tempat tersebut Sultan Mehmed II segera berpidato pada pasukannya. Dalam pidatonya Sultan Mehmed II menyampaikan bahwa tinggal selangkah lagi mengalahkan Konstantinopel, dan tinggal umat Islam sendiri mau atau tidak mewujudkan impian itu. Pidato itu disambut dengan suka cita oleh para pasukan. Semangat mereka membuncah. Suara teriakan mereka membelah cakrawala Konstantinopel.
Pasukan Turki Ottoman sampai di pintu gerbang Konstantinopel. Begitu sampai di tempat tersebut Sultan Mehmed II segera berpidato pada pasukannya. Dalam pidatonya Sultan Mehmed II menyampaikan bahwa tinggal selangkah lagi mengalahkan Konstantinopel, dan tinggal umat Islam sendiri mau atau tidak mewujudkan impian itu. Pidato itu disambut dengan suka cita oleh para pasukan. Semangat mereka membuncah. Suara teriakan mereka membelah cakrawala Konstantinopel.
Keesokan harinya, Sultan
Mehmed II membagi pasukannya menjadi tiga lapis. Lapis pertama terdiri dari
kesatuan Yanisari dan pasukan terlatih lainnya. Mereka ini bertugas menembus
benteng Konstantinopel. Kemudian lapisan kedua dan ketiga terdiri dari pasukan
penyangga yang bertugas membantu pasukan lapisan pertama. Dengan posisi ini
diharapkan serangan dapat dilakukan secara terus-menerus.
Sejarah Yanisari tak bisa
dilepaskan dari munculnya Kapikulu. Kapikulu merupakan pasukan khusus yang pada
awalnya digunakan untuk mengawal dan melindungi keluarga kerajaan. Sebagian
besar anggota Kapikulu merupakan tawanan perang yang kemudian memeluk agama
Islam. Mereka ini kemudian dilatih untuk menjadi pribadi-pribadi yang tangguh
dengan tugas utama mengawal raja dan keluarga kerajaan dari ancaman musuh. Nah,
dari anggota Kapikulu yang terbaik inilah kemudian direkrut menjadi anggota
Yanisari.
Keanggotaan Yanisari
semakin meningkat ketika Murad II (Mehmed I, ayah Mehmed II) naik tahta. Selain
untuk melawan kekuatan Orde Naga, pasukan khusus yang dimiliki pasukan Salib,
Yanisari juga digunakan untuk melindungi sang sultan dari serangan lawan-lawan
politik—masa Murad II merupakan masa perang saudara yang berlangsung cukup
lama. Sebagai anggota Yanisari selain mengambil prajurit terbaik dari Kapikulu,
Murad II juga merekrut pemuda-pemuda Turki dan sanak keluarganya.
Sebagai pasukan khusus dan
organisasi rahasia, perekrutan Yanisari sangat tertutup. Siapapun yang menjadi
anggota Yanisari maka keluarganya tidak ada yang mengetahui. Dan, kerahasiaan
tersebut akan dijaga sampai ajal menjemput. Guna menjaga agar kerahasiaan
tersebut tetap terjaga maka sistem perekrutan yang digunakan adalah berdasarkan
sistem keluarga. Misalnya, ketika sang bapak menjadi anggota Yanisari maka ia
akan merekrut anak tertuanya. Biasanya sang anak akan benar-benar direkrut
setelah menginjak usia 24 atau 25. Tradisi inilah yang terus dijaga oleh
Yanisari sampai berabad-abad kemudian.
Anggota Yanisari
mendapatkan gaji tetap dari kerajaan yang akan dibayarkan setiap tiga bulan
sekali. Mereka juga diberikan semacam lencana khusus oleh sultan untuk
membedakan dengan prajurit lainnya. Lencana inilah yang akan diwariskan kepada
anaknya bila si bapak akan pensiun. Sebagai pasukan khusus, anggota Yanisari
dilengkapi dengan senjata api. Pada masanya, senjata api merupakan senjata
paling modern, sehingga hanya orang-orang tertentu saja yang bisa
menggunakannya. Selain senjata api mereka juga dilengkapi dengan granat tangan.
Selain dilatih cara
berperang, anggota Yanisari juga dilatih ketrampilan lainnya.
Ketrampilan-ketrampilan yang diajarkan adalah cara memasak, mengobati,
menyiapkan senjata, memasang tenda, dan kerja-kerja teknis yang lainnya. Dengan
kemampuan yang beragam tersebut diharapkan anggota Yanisari mampu bertahan
dalam segala situasi. Komando Yanisari dipegang langsung oleh sultan, Dan,
hanya sultan pula yang mengetahui siapa saja yang menjadi anggota Yanisari.
Dengan sistem ini tak mengherankan kalau Yanisari berkembang sangat solid dan
rahasia.
Sementara itu di laut,
kapal-kapal Turki Ottoman telah disiapkan pula. Empat ratus kapal sudah siap
melakukan serangan dari lautan. Dari kejauhan kapal-kapal tersebut mirip dengan
kotak korek api yang tertata dengan rapi. Persiapan yang dilakukan di laut memang
tak semulus di daratan. Ketika akan memasuki Tanjung Emas, kapal-kapal tersebut
terhalang oleh rantai-rantai besar yang dipasang oleh Bizantium. Sehingga
banyak kapal yang berada di tempat tersebut terjebak dan akhirnya karam.
Angkatan laut Turki Ottoman berusaha mematahkan rantai-rantai tersebut, tapi
tak berhasil. Situasi semakin sulit ketika pasukan salib dari Eropa datang
untuk membantu angkatan laut Bizantium. Perang panah pun terjadi di lautan.
Anak-anak panah melesat seperti ribuan burung srigunting.
Kegagalan di laut tak
membuat pasukan Turki Ottoman yang berada di daratan patah arang. Mereka mulai
melakukan serangan. Benteng Konstantinopel selain dihujani dengan anak panah
juga dengan hantaman peluru yang berasal dari meriam. Akibatnya, beberapa bagian
benteng Konstantinopel roboh. Tentu saja situasi ini membuat pasukan Bizantium
panik karena selama ini belum ada yang bisa merobohkan benteng Konstantinopel.
Situasi yang semakin kritis membuat Kaisar Bizantium berusaha terus-menerus
memberikan semangat pada prajuritnya. Ia meyakinkan kalau Konstantinopel tidak
akan jatuh karena akan dilindungi oleh Yesus dan Maria. Ia pun melakukan misa
di gereja Hagia Sophia.
Hampir selama satu bulan
pasukan Bizantium bisa mempertahankan benteng Konstantinopel. Serangan-serangan
yang dilakukan oleh pasukan Turki Ottoman memang berhasil membuat beberapa
bagian benteng roboh, tapi tetap tidak bisa menembus benteng. Inilah yang
membuat semangat pasukan Bizantium meningkat. Mereka meyakini kata-kata kaisar
mereka bahwa Konstantinopel akan selalu dilindungi oleh Yesus dan Maria.
Selama masa penyerangan
pasukan Turki Ottoman ini, Kaisar Bizantium berusaha untuk membujuk Sultan
Mehmed II. Ia menawarkan daerah-daerah lain yang dimilikinya asalkan Sultan
Mehmed II menghentikan serangan terhadap Konstantinopel. Akan tetapi, tawaran
tersebut ditolak mentah-mentah oleh Sultan Mehmed II. Sang sultan menjawab
tawaran tersebut dengan mengirimkan surat. Surat itu berbunyi:
“Wahai Kaisar
Bizantium, jika engkau rela menyerahkan Konstantinopel maka aku bersumpah bahwa
tentaraku tidak akan mengancam nyawa, harta, dan kehormatan rakyat
Konstantinopel. Aku akan melindungi rakyatmu yang ingin tinggal dan hidup di
Konstantinopel. Dan, bagi rakyatmu yang akan meninggalkan Konstantinopel maka keamanan
mereka akan dijamin.”
Karena tidak ada titik
temu maka pertempuran pun terus berlanjut. Pada tanggal 18 April pasukan Turki
Ottoman kembali melakukan serangan besar-besaran. Serangan ini mampu merobohkan
benteng Konstantinopel yang berada di Lembah Lycos. Selain serangan darat,
pasukan Turki Ottoman juga menggencarkan serangan dari laut. Armada laut Turki
Ottoman berusaha untuk menerobos rantai-rantai bergerigi yang dipasang oleh
pasukan Bizantium. Akan tetapi, usaha ini belum juga menemukan keberhasilan.
Akibatnya banyak kapal
perang Turki Ottoman yang tenggelam. Hal ini menyebabkan sebagian besar pasukan
yang ada di laut pupus harapan. Pada kondisi seperti ini Sultan Mehmed II
segera memberikan suntikan semangat pada prajuritnya. Ia berkata, “Kalian tawan
semua kapal Bizantium atau kalian semua tenggelam.” Selesai mengucapkan
kata-kata itu ia memacu kudanya sampai ke bibir pantai. Lecutan semangat dari
sang sultan itu mampu membangkitkan kembali moral pasukan Turki Ottoman. Mereka
kembali bertempur, berusaha menerjang rantai-rantai di lautan. Namun sekali
lagi usaha ini tidak berhasil. Pasukan laut Bizantium yang telah bergabung
dengan pasukan Salib berhasil menghadang gerak maju pasukan Turki Ottoman.
Kegagalan serangan laut
itu membuat gusar Sultan Mehmed II. Ia segera memecat panglima angkatan laut,
Palta Oglu, menggantikannya dengan Hamzah Pasha. Sementara itu, moral prajurit
Turki Ottoman kembali meluruh. Keadaan inilah yang mendorong Khalil Pasha,
wazir Turki Ottoman, mengusulkan pada Sultan Mehmed II untuk membatalkan
serangan dan menerima kesepakatan yang ditawarkan oleh Kaisar Konstantinopel.
Jelas, usul tersebut ditolak mentah-mentah oleh Sultan Mehmed II. Sebagai
pewaris Kesultanan Turki Ottoman ia tidak akan menyerah begitu saja. Maka ia berpikir
keras agar jalan buntu itu bisa diurai. Ia mempunyai keyakinan pasti ada jalan
keluar untuk bisa menerobos Tanjung Emas. Dan benar, setelah berpikir dengan
serius akhirnya Sultan Mehmed II menemukan ide yang menakjubkan, yaitu memindahkan
kapal dari lautan lewat darat.
Begitu mendapatkan ide
“gila”, pada malam harinya Sultan Mehmed II memerintahkan agar prajuritnya
memindahkan kapal perang dari laut ke darat. Awalnya ide ini dijalankan dengan
setengah hati oleh para prajurit Turki Ottoman karena mengira sultan mereka
telah gila akibat tidak berhasil melakukan serangan dari laut. Akan tetapi,
setelah Sultan Mehmed II menjelaskan secara rinci bagaimana cara memindahkan
kapal-kapal itu, mereka mulai bisa menerima.
Awalnya Sultan Mehmed II
memerintahkan pada prajuritnya untuk mengumpulkan kayu gelondongan dan minyak
goreng. Kayu-kayu tersebut kemudian diolesi dengan minyak goreng sehingga
menjadi licin. Setelah semuanya siap kemudian sang sultan memerintahkan agar
kapal-kapal perang mulai ditarik ke daratan dengan menjadikan kayu-kayu
gelondongan sebagai rodanya. Para prajurit bekerja keras menjalankan perintah
sultannya. Mereka terus bekerja sepanjang malam.
Pada malam itu, dengan
diterangi bintang gemintang, kapal-kapal perang Turki Ottoman mulai berlayar di
daratan. Kapal-kapal tersebut melintasi lembah dan bukit. Sebuah peristiwa yang
kelihatannya tidak masuk akal. Akhirnya, berkat kerja keras pasukan Turki
Ottoman, ketika pagi telah pecah di ufuk timur, 70 kapal perang Turki Ottoman
telah berpindah lokasi, berhasil melintasi Tanjung Emas lewat daratan,
melintasi Besiktas ke Galata.
Rakyat Bizantium begitu
terkejut melihat peristiwa “kapal-kapal yang berlayar di daratan”. Mereka tak
percaya dengan kejadian yang mereka lihat. Karena tak percaya, sebagian dari
mereka menggosok-gosok mata, dan sebagian yang lain mencubit diri mereka
sendiri untuk memastikan bahwa semuanya bukan mimpi. Tapi kenyataan memang
kenyataan. Setelah yakin bahwa peristiwa yang mereka lihat adalah kenyataan,
tuduhan-tuduhan pun mulai terlontar. Sebagian dari mereka berpandangan bahwa
pasukan Turki Ottoman pastilah dibantu oleh jin dan setan. Sementara itu,
Yilmaz Oztuna, penulis buku “Osmanli Tarihi”, menceritakan bagaimana seorang
ahli sejarah Bizantium berkata:
“Tidaklah kami pernah melihat
atau mendengar hal ajaib seperti ini. Muhammad al-Fatih telah menukar darat
menjadi lautan, melayarkan kapalnya di puncak gunung dan bukannya di ombak
lautan. Sesungguhnya Muhammad al-Fatih dengan usahanya ini telah mengungguli
yang pernah dilakukan Alexander!” Begitulah keajaiban itu terjadi. Sampai saat
ini usaha Sultan Mehmed II tersebut masih dikenang.
Ide Sultan Mehmed II yang
awalnya dianggap sebelah mata oleh orang-orang terdekatnya, ternyata setelah
berhasil berdampak luar biasa. Rasa percaya diri pasukan Turki Ottoman kembali
terlecut. Mereka tak lesu lagi dan siap melancarkan serangan kembali. Serangan
mematikan pun tinggal menunggu waktu.
Ketika purnama telah
berlalu Sultan Mehmed II merencanakan serangan itu dilancarkan. Mengapa ia
memilih serangan pada saat ini? Dari membaca buku-buku tentang mitologi
masyarakat Konstantinopel ia mendapatkan bahwa mereka percaya bahwa selama
bulan purnama maka kota mereka akan selalu dilindungi. Karena kepercayaan ini
maka baik prajurit maupun masyarakat Konstantinopel akan yakin bahwa mereka tak
akan bisa dikalahkan. Inilah yang menyebabkan mereka sulit dikalahkan. Oleh
karena itu, ketika purnama telah berlalu Sultan Mehmed II melancarkan serangan
terakhir.
Sebelum serangan
dilancarkan, Sultan Mehmed II memerintahkan agar dibuat terowongan untuk
menembus benteng Konstantinopel. Maka ketika serangan diputuskan, pasukan Turki
Ottoman mulai memasuki terowongan.
27 Mei 1453
Sebelum serangan dimulai, Sultan Mehmed II dan pasukannya menjalankan shalat. Seusai shalat mereka kemudian berdoa, meminta kepada Allah swt agar kemenangan yang sudah berada di depan mata itu menjadi kenyataan. Sementara itu, penduduk Konstantinopel juga melakukan hal serupa. Mereka menggelar misa di gereja Hagia Sophia.
Sebelum serangan dimulai, Sultan Mehmed II dan pasukannya menjalankan shalat. Seusai shalat mereka kemudian berdoa, meminta kepada Allah swt agar kemenangan yang sudah berada di depan mata itu menjadi kenyataan. Sementara itu, penduduk Konstantinopel juga melakukan hal serupa. Mereka menggelar misa di gereja Hagia Sophia.
29 Mei 1453
Malam telah melewati ambang. Hanya gemintang yang menemani malam. Tak ada secuil pun cahaya purnama. Pada saat inilah pasukan Turki Ottoman melakukan serangan besar-besaran. Pasukan Turki Ottoman berusaha memasuki benteng Konstantinopel. Kali ini pasukan Turki Ottoman terdiri dari tiga lapis. Lapis pertama terdiri dari pasukan yang berasal dari Anatolia, sedangkan lapis kedua dan ketiga merupakan kesatuan Yanisari.
Malam telah melewati ambang. Hanya gemintang yang menemani malam. Tak ada secuil pun cahaya purnama. Pada saat inilah pasukan Turki Ottoman melakukan serangan besar-besaran. Pasukan Turki Ottoman berusaha memasuki benteng Konstantinopel. Kali ini pasukan Turki Ottoman terdiri dari tiga lapis. Lapis pertama terdiri dari pasukan yang berasal dari Anatolia, sedangkan lapis kedua dan ketiga merupakan kesatuan Yanisari.
Melihat serangan
besar-besaran ini, Giustiniani–salah satu panglima Bizantium–menyarankan agar
Constantine mundur. Akan tetapi, saran tersebut ditolak oleh Constantine.
Beberapa ahli sejarah menceritakan bahwa Constantine melepas baju perang dan
kemudian bertempur bersama pasukannya. Dan, setelah perang usai jasadnya tidak
pernah ditemukan.
Akhirnya, setelah
berperang selama sebulan pasukan Turki Ottoman bisa menguasai kota
Konstantinopel melalui pintu Edinerne. Begitu memasuki kota Konstantinopel,
Sultan Mehmed II dalam pidatonya menyatakan akan melindungi seluruh penduduk
kota itu yang menyerahkan diri. Ia juga berjanji melindungi tempat-tempat
ibadah, baik milik orang-orang Kristen maupun Yahudi. Rupanya ia mengikuti yang
dilakukan Saladin ketika menaklukkan Yerusalem. Pidato yang terkenal ini
disampaikan Sultan Mehmed II di pelataran Hagia Sophia, di hadapan penduduk
Konstantinopel.
Ketika Konstantinopel
benar-benar bisa direbut, Mehmed II berkata, “…sesungguhnya kalian melihat aku
gembira sekali. Kegembiraanku ini bukanlah semata-mata karena kejayaan kita
menaklukkan kota ini. Akan tetapi karena di sisiku hadir syeikhku yang mulia,
dialah pendidikku, asy-Syeikh Ak Semsettin.” Konstantinopel telah berhasil
ditaklukkan. Ramalan itu terwujud sudah. Benteng Salib pun telah berhasil
dipatahkan oleh Sang Penakluk.
(Sumber: “Sultan Mehmed II Sang Pembantai Dracula”,
Yogyakarta: Darul Ikhsan, Cet. I, Januari 2008)