Jumat, 26 Juni 2015

Makna Idul Fitri




Rasulullah Saw bersabda, "Dinamakan bulan Syawal karena pada bulan itu dosa-dosa orang mukmin diampuni."

Hari pertama bulan Syawal ditetapkan sebagai hari raya Idul Fitri dan perayaan untuk kembali ke fitrah yang suci. Idul Fitri termasuk salah satu hari besar kaum Muslim, yaitu mereka yang telah menjalani puasa sebulan penuh dan menahan diri dari mengerjakan hal-hal yang dilarang Allah Swt. Individu mukmin telah mencapai sebuah kehidupan baru dengan memanfaatkan semua nilai-nilai spiritual yang dimiliki bulan Ramadhan. Kondisi itu dapat disebut sebagai fase kembali ke fitrah penciptaan. Makna itu juga dapat ditangkap dari kata "Eid al-Fitr" karena Eid artinya kembali dan Fitr adalah fitrah dan alamiah. Umat Islam akan menerima pahala puasanya pada hari pertama bulan Syawal, sebuah pahala yang sudah dijanjikan oleh Allah Swt untuk hamba yang bertakwa.

Pada hari itu, seorang Muslim seolah terlahir kembali karena menurut ucapan Imam Ali as, orang-orang yang berpuasa telah dibersihkan dari semua noda dan dosa pada malam Idul Fitri. Imam Ali as berkata, "Wahai manusia! Ketahuilah bahwa pemberian terkecil untuk laki-laki dan perempuan yang berpuasa adalah bahwa malaikat pada hari terakhir bulan Ramadhan akan berseru kepada mereka, 'Wahai manusia! Beruntunglah kalian karena Tuhan telah mengampuni semua dosa kalian di masa lalu, untuk itu perhatikanlah bagaimana kalian akan bersikap setelah ini.'" Oleh karena itu, kaum Muslim pada malam Idul Fitri memperbanyak amal ibadah guna mempersiapkan diri untuk memperoleh pahala yang banyak.

Diriwayatkan dari Imam Ali Zainal Abidin as-Sajjad as bahwa beliau mewasiatkan anak-anaknya tentang keutamaan malam tersebut dan berkata, "Kedudukan dan keutamaan malam Idul Fitri tidak kurang dari malam Lailatul Qadar." Oleh sebab itu, orang-orang Mukmin akan memanfaatkan kesempatan itu secara maksimal untuk menabung kebaikan dan pahala. Mereka mengerjakan amalan-amalan khusus di malam itu demi meraih keutamaan yang tak terhingga. Di antara amalan utama malam Idul Fitri adalah mandi sesudah terbenam matahari, membaca doa khusus melihat hilal bulan Syawal, menghidupkan malam tersebut dengan doa, shalat, dan istighfar, menunaikan sepuluh rakaat shalat, membaca doa-doa khusus untuk malam itu, dan mengeluarkan zakat fitrah.

Pada hari pertama bulan Syawal atau Idul Fitri, manusia disunnahkan untuk memperbanyak doa dan meminta kebaikan dunia-akhirat. Idul Fitri memiliki banyak amalan dan ritual khusus. Salah satu amalan hari Idul Fitri adalah mengumandangkan takbir. Malafalkan takbir dan tahlil لا اله الا الله)) termasuk dari contoh mengagungkan syiar-syiar Ilahi. Rasulullah Saw bersabda, "Hiasilah hari raya kalian dengan takbir." Beliau juga selalu melakukan demikian. Pada pagi hari raya Idul Fitri, Rasul Saw keluar dari rumahnya dan ketika sudah mendekati masjid, beliau mengumandangkan kalimat الله اکبر"  "لا اله الا الله dengan suara lantang dan beliau bahkan mengulangi kalimat tersebut di sela-sela khutbahnya. Sunnah mulia itu pun terus diabadikan oleh umatnya sehingga syiar Islam menyebar ke seluruh dunia.
 
Salah satu amalan sunnah lainnya di hari Idul Fitri adalah menunaikan shalat hari raya secara berjamaah. Dalam mazhab Ahlul Bait, shalat Idul Fitri terdiri atas dua rakaat. Pada rakaat pertama, membaca surat al-Fatihah dan al-'Ala dan kemudian membaca takbir sebanyak lima kali yang diiringi dengan doa qunut dalam setiap takbir. Pada rakaat kedua, membaca surat al-Fatihah dan as-Syams dan kemudian membaca takbir sebanyak empat kali yang diiringi dengan doa qunut. Doa yang dipanjatkan dalam qunut shalat Idul Fitri memiliki makna yang begitu mendalam dan mengandung harapan yang amat luhur.

Berikut ini arti dari doa qunut yang dibaca dalam shalat Idul Fitri, "Ya Allah, Wahai pemilik kebesaran dan keagungan, Wahai pemilik kedermawanan dan kebesaran, Engkaulah Dzat yang paling pantas memberikan ampunan dan rahmat, ketakwaan dan ampunan hanya dari-Mu, aku memohon dengan kebenaran hari ini yang Engkau jadikan sebagai hari raya bagi kaum Muslimin, dan Engkau jadikan sebagai kekayaan, kemuliaan, kehormatan, dan anugerah. Aku mohon pada-Mu sampaikan salam dan shalawat kepada Nabi Muhammad dan keluarganya. Ilahi, masukkan aku ke dalam setiap kebaikan yang juga Engkau masukkan Muhammad dan keluarganya di dalam kebaikan itu. Dan keluarkan aku dari segala keburukan yang Engkau keluarkan Muhammad dan keluarganya dari keburukan itu. Ya Allah, aku memohon kepada-Mu kebaikan yang dipinta oleh hamba-hamba-Mu yang saleh, dan aku berlindung pada-Mu dari segala hal yang diminta oleh hamba-hamba-Mu yang ikhlas terlindung darinya."  

Idul Fitri bagi kaum Muslim merupakan sebuah hadiah spiritualitas sejati dari Allah Swt. Hari raya ini bukan pesta materi duniawi, tapi hari rahmat dan ampunan Ilahi. Hari bersyukur bagi orang yang berhasil di bulan suci Ramadhan dalam ibadah dan penghambaannya kepada Allah Swt. Inilah hari kemenangan bagi kaum Muslim. Sebuah hari yang mengakhiri sebulan ibadah dan penyucian diri dengan semata-mata mengharapkan ridha Allah Swt.

Kemeriahan hari agung ini harus dirasakan oleh seluruh umat Islam. Oleh karena itu pada malam Idul Fitri, kaum Muslim menyisihkan sebagian hartanya untuk membayar zakat fitrah. Ritual mulia ini merupakan bentuk solidaritas umat Islam dalam mengentaskan kemiskinan. Sejatinya, zakat merupakan solusi sosial ekonomi yang diajarkan Islam untuk mewujudkan kesejahteraan umat. Selain memiliki efek sosial, zakat juga merupakan ritus individual yang mampu mengubah materi sebagai sarana menuju pencapaian derajad spiritual. Tentu saja hal itu harus dilandasi ketulusan dan semata-mata hanya untuk memperoleh ridha Ilahi. Dana zakat yang terkumpul bisa dimanfaatkan untuk memperbaiki taraf hidup umat, baik dari sisi ekonomi, kesehatan, dan budaya. Dana zakat merupakan dana strategis yang bisa diberdayakan untuk membangun fasilitas publik, seperti masjid, sekolah, jembatan, jalan, serta berbagai sarana dan prasarana masyarakat lainnya.

Salah satu amalan lain di bulan Syawal adalah puasa enam hari setelah hari raya Idul Fitri. Abu Ayyub al-Ansari meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw bersabda, "Barang siapa yang telah berpuasa di bulan Ramadhan dan menambah enam hari lagi di bulan Syawal, maka ia sama seperti orang yang selalu berpuasa." Beberapa pihak percaya bahwa puasa enam hari untuk menunjukkan komitmen mereka dalam ketaatannya kepada Allah Swt dan tekadnya untuk meninggalkan dosa tidak goyah meskipun bulan Ramadhan telah berakhir.

Ada beberapa peristiwa penting yang terjadi pada bulan Syawal dan salah satunya adalah berita duka atas syahidnya Imam Jakfar Shadiq as pada tanggal 25 Syawal tahun 148 Hijriah. Dunia Islam merasa kehilangan pemimpin besar yang juga muara ilmu. Imam Jakfar as tutup usia pada umur 65 tahun karena diracun atas perintah Raja Abbasiah, Mansour al-Dawaniqi. Pada masa hidupnya, Imam Jakfar as menjadikan Madinah sebagai pusat aktivitasnya. Kota Madinah pun berubah menjadi pusat ilmu yang juga destinasi semua penuntut ilmu. Imam Shadiq as mendidik murid-murid besar di antaranya, Hisyam bin Hakam, Muhammad bin Muslim, dan Jabir bin Hayan. Sebagian dari mereka memiliki berbagai karya ilmiah yang tiada tara di zamannya.

Perhatian terhadap ilmu pengetahuan pada masa kehidupan Ahlul Bait as khususnya pada era Imam Jakfar as, mencapai kemajuan pesat. Ketika berbicara tentang pentingnya menuntut ilmu pengetahuan kepada murid-muridnya, Imam Jakfar as mengatakan, "Jika masyarakat mengetahui manfaat-manfaat ilmu pengetahuan, tentu mereka akan bangkit untuk mencarinya, meski darah tumpah dalam menemukannya dan mereka akan menyelami kedalaman samudra." Berkenaan dengan bahaya kebodohan dan melakukan sesuatu tanpa bekal ilmu, Imam Jakfar as berkata, "Siapa yang mengerjakan sesuatu tanpa pengetahuan dan wawasan, maka ia seperti orang yang menempuh selain jalan utama. Oleh karena itu, semakin ia melangkah ke depan, maka ia semakin menyimpang dari jalan yang lurus."

Imam Jakfar as adalah sosok yang paling rendah hati di tengah masyarakatnya. Kaum papa dengan mudah menyampaikan keperluannya kepada beliau dan beliau pun akan memenuhi keperluan mereka dengan kasih sayang. Sikap mulia dan merakyat Imam Jakfar ini, makin meningkatkan kesadaran politik dan sosial masyarakat. Tentu saja hal tersebut menyulut kekhawatiran para pemimpin zalim Dinasti Abbasiyah. Khalifah Mansur pun merasakan posisinya makin terancam. Lalu, ia meracuni Imam Jakfar as hingga akhirnya beliau gugur syahid pada tahun 148 H. Imam Jakfar as berkata, "Syafaatku tidak akan sampai kepada orang yang melalaikan shalat." (IRIB Indonesia/RM)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar