Rasulullah Saw bersabda,
"Dinamakan bulan Syawal karena pada bulan itu dosa-dosa orang mukmin
diampuni."
Hari pertama bulan Syawal
ditetapkan sebagai hari raya Idul Fitri dan perayaan untuk kembali ke fitrah
yang suci. Idul Fitri termasuk salah satu hari besar kaum Muslim, yaitu mereka
yang telah menjalani puasa sebulan penuh dan menahan diri dari mengerjakan
hal-hal yang dilarang Allah Swt. Individu mukmin telah mencapai sebuah
kehidupan baru dengan memanfaatkan semua nilai-nilai spiritual yang dimiliki
bulan Ramadhan. Kondisi itu dapat disebut sebagai fase kembali ke fitrah
penciptaan. Makna itu juga dapat ditangkap dari kata "Eid al-Fitr" karena Eid artinya kembali dan Fitr adalah fitrah dan alamiah.
Umat Islam akan menerima pahala puasanya pada hari pertama bulan Syawal, sebuah
pahala yang sudah dijanjikan oleh Allah Swt untuk hamba yang bertakwa.
Pada hari itu, seorang
Muslim seolah terlahir kembali karena menurut ucapan Imam Ali as, orang-orang
yang berpuasa telah dibersihkan dari semua noda dan dosa pada malam Idul Fitri.
Imam Ali as berkata, "Wahai manusia! Ketahuilah bahwa pemberian terkecil
untuk laki-laki dan perempuan yang berpuasa adalah bahwa malaikat pada hari
terakhir bulan Ramadhan akan berseru kepada mereka, 'Wahai manusia! Beruntunglah
kalian karena Tuhan telah mengampuni semua dosa kalian di masa lalu, untuk itu
perhatikanlah bagaimana kalian akan bersikap setelah ini.'" Oleh karena
itu, kaum Muslim pada malam Idul Fitri memperbanyak amal ibadah guna
mempersiapkan diri untuk memperoleh pahala yang banyak.
Diriwayatkan dari Imam Ali
Zainal Abidin as-Sajjad as bahwa beliau mewasiatkan anak-anaknya tentang
keutamaan malam tersebut dan berkata, "Kedudukan dan keutamaan malam Idul
Fitri tidak kurang dari malam Lailatul Qadar." Oleh sebab itu, orang-orang
Mukmin akan memanfaatkan kesempatan itu secara maksimal untuk menabung kebaikan
dan pahala. Mereka mengerjakan amalan-amalan khusus di malam itu demi meraih
keutamaan yang tak terhingga. Di antara amalan utama malam Idul Fitri adalah
mandi sesudah terbenam matahari, membaca doa khusus melihat hilal bulan Syawal,
menghidupkan malam tersebut dengan doa, shalat, dan istighfar, menunaikan
sepuluh rakaat shalat, membaca doa-doa khusus untuk malam itu, dan mengeluarkan
zakat fitrah.
Pada hari pertama bulan
Syawal atau Idul Fitri, manusia disunnahkan untuk memperbanyak doa dan meminta
kebaikan dunia-akhirat. Idul Fitri memiliki banyak amalan dan ritual khusus.
Salah satu amalan hari Idul Fitri adalah mengumandangkan takbir. Malafalkan takbir
dan tahlil لا اله الا الله)) termasuk dari contoh
mengagungkan syiar-syiar Ilahi. Rasulullah Saw bersabda, "Hiasilah hari
raya kalian dengan takbir." Beliau juga selalu melakukan demikian. Pada
pagi hari raya Idul Fitri, Rasul Saw keluar dari rumahnya dan ketika sudah mendekati masjid, beliau
mengumandangkan kalimat الله اکبر" "لا اله الا الله dengan suara lantang dan
beliau bahkan mengulangi kalimat tersebut di sela-sela khutbahnya. Sunnah mulia
itu pun terus diabadikan oleh umatnya sehingga syiar Islam menyebar ke seluruh dunia.
Salah satu amalan sunnah
lainnya di hari Idul Fitri adalah menunaikan shalat hari raya secara berjamaah.
Dalam mazhab Ahlul Bait, shalat Idul Fitri terdiri atas dua rakaat. Pada rakaat
pertama, membaca surat al-Fatihah dan al-'Ala dan kemudian membaca takbir
sebanyak lima kali yang diiringi dengan doa qunut dalam setiap takbir. Pada
rakaat kedua, membaca surat al-Fatihah dan as-Syams dan kemudian membaca takbir
sebanyak empat kali yang diiringi dengan doa qunut. Doa yang dipanjatkan dalam
qunut shalat Idul Fitri memiliki makna yang begitu mendalam dan mengandung
harapan yang amat luhur.
Berikut ini arti dari doa
qunut yang dibaca dalam shalat Idul Fitri, "Ya Allah, Wahai pemilik
kebesaran dan keagungan, Wahai pemilik kedermawanan dan kebesaran, Engkaulah
Dzat yang paling pantas memberikan ampunan dan rahmat, ketakwaan dan ampunan
hanya dari-Mu, aku memohon dengan kebenaran hari ini yang Engkau jadikan
sebagai hari raya bagi kaum Muslimin, dan Engkau jadikan sebagai kekayaan, kemuliaan,
kehormatan, dan anugerah. Aku mohon pada-Mu sampaikan salam dan shalawat kepada
Nabi Muhammad dan keluarganya. Ilahi, masukkan aku ke dalam setiap kebaikan
yang juga Engkau masukkan Muhammad dan keluarganya di dalam kebaikan itu. Dan
keluarkan aku dari segala keburukan yang Engkau keluarkan Muhammad dan
keluarganya dari keburukan itu. Ya Allah, aku memohon kepada-Mu kebaikan yang
dipinta oleh hamba-hamba-Mu yang saleh, dan aku berlindung pada-Mu dari segala
hal yang diminta oleh hamba-hamba-Mu yang ikhlas terlindung darinya."
Idul Fitri bagi kaum
Muslim merupakan sebuah hadiah spiritualitas sejati dari Allah Swt. Hari raya
ini bukan pesta materi duniawi, tapi hari rahmat dan ampunan Ilahi. Hari
bersyukur bagi orang yang berhasil di bulan suci Ramadhan dalam ibadah dan
penghambaannya kepada Allah Swt. Inilah hari kemenangan bagi kaum Muslim.
Sebuah hari yang mengakhiri sebulan ibadah dan penyucian diri dengan
semata-mata mengharapkan ridha Allah Swt.
Kemeriahan hari agung ini
harus dirasakan oleh seluruh umat Islam. Oleh karena itu pada malam Idul Fitri,
kaum Muslim menyisihkan sebagian hartanya untuk membayar zakat fitrah. Ritual
mulia ini merupakan bentuk solidaritas umat Islam dalam mengentaskan
kemiskinan. Sejatinya, zakat merupakan solusi sosial ekonomi yang diajarkan
Islam untuk mewujudkan kesejahteraan umat. Selain memiliki efek sosial, zakat
juga merupakan ritus individual yang mampu mengubah materi sebagai sarana
menuju pencapaian derajad spiritual. Tentu saja hal itu harus dilandasi ketulusan
dan semata-mata hanya untuk memperoleh ridha Ilahi. Dana zakat yang terkumpul
bisa dimanfaatkan untuk memperbaiki taraf hidup umat, baik dari sisi ekonomi,
kesehatan, dan budaya. Dana zakat merupakan dana strategis yang bisa
diberdayakan untuk membangun fasilitas publik, seperti masjid, sekolah,
jembatan, jalan, serta berbagai sarana dan prasarana masyarakat lainnya.
Salah satu amalan lain di
bulan Syawal adalah puasa enam hari setelah hari raya Idul Fitri. Abu Ayyub
al-Ansari meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw bersabda, "Barang siapa yang
telah berpuasa di bulan Ramadhan dan menambah enam hari lagi di bulan Syawal,
maka ia sama seperti orang yang selalu berpuasa." Beberapa pihak percaya
bahwa puasa enam hari untuk menunjukkan komitmen mereka dalam ketaatannya
kepada Allah Swt dan tekadnya untuk meninggalkan dosa tidak goyah meskipun
bulan Ramadhan telah berakhir.
Ada beberapa peristiwa
penting yang terjadi pada bulan Syawal dan salah satunya adalah berita duka
atas syahidnya Imam Jakfar Shadiq as pada tanggal 25 Syawal tahun 148 Hijriah.
Dunia Islam merasa kehilangan pemimpin besar yang juga muara ilmu. Imam Jakfar
as tutup usia pada umur 65 tahun karena diracun atas perintah Raja Abbasiah,
Mansour al-Dawaniqi. Pada masa hidupnya, Imam Jakfar as menjadikan Madinah
sebagai pusat aktivitasnya. Kota Madinah pun berubah menjadi pusat ilmu yang
juga destinasi semua penuntut ilmu. Imam Shadiq as mendidik murid-murid besar
di antaranya, Hisyam bin Hakam, Muhammad bin Muslim, dan Jabir bin Hayan.
Sebagian dari mereka memiliki berbagai karya ilmiah yang tiada tara di
zamannya.
Perhatian terhadap ilmu
pengetahuan pada masa kehidupan Ahlul Bait as khususnya pada era Imam Jakfar
as, mencapai kemajuan pesat. Ketika berbicara tentang pentingnya menuntut ilmu
pengetahuan kepada murid-muridnya, Imam Jakfar as mengatakan, "Jika
masyarakat mengetahui manfaat-manfaat ilmu pengetahuan, tentu mereka akan
bangkit untuk mencarinya, meski darah tumpah dalam menemukannya dan mereka akan
menyelami kedalaman samudra." Berkenaan dengan bahaya kebodohan dan
melakukan sesuatu tanpa bekal ilmu, Imam Jakfar as berkata, "Siapa yang
mengerjakan sesuatu tanpa pengetahuan dan wawasan, maka ia seperti orang yang
menempuh selain jalan utama. Oleh karena itu, semakin ia melangkah ke depan,
maka ia semakin menyimpang dari jalan yang lurus."
Imam Jakfar as adalah
sosok yang paling rendah hati di tengah masyarakatnya. Kaum papa dengan mudah
menyampaikan keperluannya kepada beliau dan beliau pun akan memenuhi keperluan
mereka dengan kasih sayang. Sikap mulia dan merakyat Imam Jakfar ini, makin
meningkatkan kesadaran politik dan sosial masyarakat. Tentu saja hal tersebut
menyulut kekhawatiran para pemimpin zalim Dinasti Abbasiyah. Khalifah Mansur
pun merasakan posisinya makin terancam. Lalu, ia meracuni Imam Jakfar as hingga
akhirnya beliau gugur syahid pada tahun 148 H. Imam Jakfar as berkata,
"Syafaatku tidak akan sampai kepada orang yang melalaikan shalat." (IRIB Indonesia/RM)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar