oleh Syahid
Ayatullah Murtadha Muthahhari (Filsuf Syi’ah)
“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah
seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada
sesuatu yang memberi kehidupan kepada kamu”[1]
MENGENANG PEMIKIR MUHAMMAD IQBAL
Topik kajian yang sebelumnya telah saya
siapkan untuk pertemuan ini, yang bertepatan dengan
hari Arbain (peringatan 40 hari syahadahnya Imam Husain as)
adalah “berhubungan dengan para syuhada”. Penyajian hal ini juga saya
pikir sangat mengena mengingat pada hari ini telah terjadi dua peristiwa
penting dalam sejarah. Dua buah peristiwa yang menjadi penyebab terjadinya
acara peringatan Arbain. Salah satunya adalah sejarah masuknya penziarah
resmi pertama ke makam Imam Husain as, Karbala, yang datang dari Madinah, yakni
Jabir bin Abdullah Al-Anshari. Dan peristiwa lainnya yang berkenaan dengan
diresmikannya ziarah kepada Imam Husain as pada hari ini.
Banyak riwayat yang menganjurkan untuk
berziarah ke makam Imam Husain as pada
hari Arbain. Hari Arbain merupakan hari yang dikhususkan
untuk berziarah kepada Imam Husain as. Kedatangan Jabir bin Hayyan untuk
berziarah ke pusara suci Imam Husain as, ataupun berziarah kepada beliau as
dari jarak jauh dengan membaca doa ziarah sebagaimana yang dianjurkan dalam
berbagai riwayat, bertujuan untuk “menjalin hubungan” dengan para
syuhada.
Sebenarnya saya ingin menjelaskan makna
filosofis dari pergi berziarah dan membaca doa ziarah dari jarak jauh. Namun
kajian ini akan saya sampaikan pada kesempatan lain. Dikarenakan sebelumnya
telah diadakan tiga kali pertemuan yang membahas topik tentang “menghidupkan
pemikiran agama” dan dalam rangka mengenang tokoh besar reformis Islam asal
Pakistan, Muhammad Iqbal, saya akan menentukan topik pertemuan kita kali ini
yakni “Muhammad Iqbal dan Menghidupkan Pemikiran Agama”.
Pembahasan ini akan saya uraikan selama
setengah jam. Mengingat waktunya sudah lewat, saya mengusulkan untuk membahas
masalah filsafat ziarah pada lain kesempatan. Dari sisi lain, pembahasan
tentang “Muhammad Iqbal dan menghidupkan pemikiran Islam” merupakan pembahasan
yang tidak akan tuntas dikaji dalam setengah jam. Pengalaman membuktikan,
setiap kali masalah seperti ini dibicarakan dalam waktu singkat, akan timbul
ketidakjelasan, kesamar-samaran, dan sulit dimengerti. Oleh sebab itu, saya
ingin mengatakan bahwa untuk membicarakan topik “menghidupkan pemikiran Islam”,
perlu kiranya diadakan pertemuan yang intens.
Topik ini juga mendapat sambutan hangat dalam
konferensi di Pakistan. Suatu konferensi yang benar-benar bernuansa ilmiah dan
sosial. Saya pun berniat membicarakan topik ini.
Intelektual Pakistan ini telah menerbitkan
sebuah buku yang merangkum tujuh konferensi yang dihadirinya di Pakistan, yang
nampaknya kemudian diintroduksikan ke dalam lingkungan universitas. Karena
bobot konferensi ini sangat tinggi, tentunya hasil-hasilnya tak mungkin
diintroduksikan ke kalangan masyarakat umum. Seluruh rangkuman hasil konferensi
tersebut hanya mungkin diintroduksikan ke dalam lingkungan masyarakat ilmiah
dan terpelajar.
Isi rangkuman tersebut berbicara tentang “Menyambut
dan Menghidupkan Pemikiran Agama”. Setiap konferensi yang dimaksud memiliki
topik pembahasan masing-masing. Seperti topik “Eksperimen Agama”,
“Pembahasan-pembahasan Filsafat dalam Eksperimen Agama”, “Kebebasan dan Keakuan
Manusia”, “Inti Tradisi dan Peradaban Islam”, “Asas Gerakan Islam”, “Apakah
Agama sesuatu yang Mungkin?”, serta “Pemahaman tentang Tuhan dan Pengertian
Ibadah”. Semua topik tersebut ditelaah di bawah judul besar “Menghidupkan
Pemikiran Agama”.
Saya tidak ingin mengatakan bahwa semua
pendapat yang disampaikan sekaitan dengan topik tersebut bebas dari kritik,
atau membenarkan semua pendapat yang telah dipaparkan penulis asal Pakistan
ini. Pendapat yang disampaikan merupakan hasil dari upaya pemikir Islam yang
mengkaji masalah tersebut dan sangat layak mendapatkan pujian dan sanjungan.
Dalam hal ini, pembicaraan saya akan banyak berkisar pada upaya menanggapi
berbagai pendapat yang dilontarkan intelektual Islam Pakistan ini.
Mudah-mudahan pembahasan ini akan ditindaklanjuti dengan kajian yang lebih
mendalam. Barangkali saya juga akan mencari kesempatan untuk membahas tema
“Menghidupkan Pemikiran Islam” dalam pertemuan-pertemuan selanjutnya. Namun
pertama-tama, saya ingin menyampaikan sejumlah hal penting yang berkenaan
dengan pemikiran tokoh Islam ini.
Muhammad Iqbal, yang pernah pergi ke Eropa dan
mengenal persis seluk-beluk benua itu, adalah orang yang memiliki latar
belakang pendidikan yang tinggi. la dikenal oleh bangsa Eropa sebagai pemikir,
tokoh, dan pakar agama. Iqbal bukanlah tipe laki-laki yang duduk mengasingkan
diri di sudut dan lorong-lorong India, yang memandang Eropa dari kejauhan dan
setelah itu menyampaikan kritik terhadap dunia barat. la melihat Eropa,
memahami, menyelidiki, dan menganalisanya dari dekat. la sangat menggemari
ilmu-ilmu baru dan mendorong para pemuda muslim untuk mempelajarinya juga.
Dirinya tidak menentang ilmu-ilmu baru atau melarang kaum muslimin
mempelajarinya.
Muhammad Iqbal telah memperoleh pendidikan
tinggi di Eropa. la benar-benar mengenali Dunia Barat dan mengakui pentingnya
mempelajari ilmu-ilmu baru. Hal pertama yang menarik perhatian sekaitan dengan
ucapan tokoh ini adalah slogan yang dikemasnya dalam bentuk puisi. Slogan
tersebut, dewasa ini dikenal dengan sebutan “Peradaban Eropa”, yang berarti
sekumpulan urusan kehidupan ala Eropa, yaitu idealisme yang menciptakan
peradaban Eropa pada masa kini. Jalan yang diajarkan Dunia Barat kepada umat
manusia, serta nilai moral dan budaya bangsa tersebut yang merupakan hasil dari
perjalanan hidupnya, bukan saja tidak memberikan manfaat sama sekali, lebih
dari itu menjadi sesuatu yang sangat berbahaya bagi kemanusiaan dan masyarakat
Eropa itu sendiri.
Iqbal pernah mengunjungi Eropa dan memiliki
pemahaman tentangnya. Menurutnya, gambaran masa depan Eropa sangat mengerikan
dan berbahaya. Ucapan-ucapan ini acapkali diungkapkan dalam berbagai
ceramahnya. Saya ingin membacakan untuk Anda beberapa bagian dari tulisan
Iqbal. Darinya Anda bisa melihat bagaimana pandangan tokoh ini berkenaan dengan
peradaban Eropa masa kini dan terhadap berbagai keburukan yang terkandung dalam
pandangan Barat. Selain itu, Anda juga dapat mengetahui, sejauh mana
pemikirannya berpengaruh terhadap masyarakat di belahan Timur, khususnya kaum muslimin,
hingga mereka tidak terpengaruh oleh peradaban Eropa. Salah satunya, Iqbal
pernah mengatakan: “Mata mereka telah dibutakan sikap mengikuti sehingga
mereka tidak mampu memahami kebenaran. budaya dan peradaban Eropa yang hampir
mati bagaimana mungkin bisa memberikan kehidupan baru kepada bangsa Iran dan
Arab, sementara mereka berada di ambang kematian”.
la juga mengatakan: “Sejarah baru, sangat
cepat datangnya. Islam dengan perubahan cepat dari sisi spiritual tengah
bergerak menuju belahan bumi bagian Barat”. Selanjutnya, diungkapkan: “Sejarah
baru negara-negara ini merupakan perjalanan yang sangat cepat yang tengah
bergerak menuju belahan Bumi Barat”.
Kemudian untuk memisahkan antara pengetahuan
dan peradaban Barat, Iqbal mengatakan: “Dalam gerakan ini, sama sekali
tidak terdapat kebatilan dan kesesatan. Budaya Eropa dari sisi rasional (yaitu
sisi pengetahuan dan pemikiran), mengambil dari beberapa tahapan budaya Islam”.
Maksudnya, jika kita memperhatikan sisi pemikiran dan pengetahuan Barat, dan melangkah
jauh kepadanya, tidak akan berbahaya bagi kita karena yang diperoleh darinya tak
lebih dari ilmu pengetahuan. Dalam hal ini, ilmu adalah ilmu. Di Dunia Barat,
ilmu yang dihasilkan banyak bersumber dari pengetahuan-pengetahuan Islam.
Budaya barat —tepatnya, ilmu pengetahuan Barat— diilhami dari budaya Islam.
“Ketakutan kita muncul dari fenomena budaya Barat yang membingungkan yang
menghalangi langkah kita dan kita takut jikalau budaya Barat akan mencapai
tujuannya”.
Iqbal berpendapat, kita merasa takut tatkala
menyaksikan fenomena kemajuan Barat dalam banyak bidang. Kita menyaksikan
kemajuan mereka dalam bidang industri dan pengetahuan biologi. Adapun aspek
batin yang mengantarkan manusia ke arah kemajuan tidak kita saksikan sama
sekali. Kita harus mampu meneliti dan menganalisis hal tersebut.
Dalam bukunya yang lain lain, Iqbal
mengatakan: “Akal dengan sendirinya tidak mampu menyelamatkan manusia.
Kekurangan budaya Barat yang terbesar adalah keinginannya untuk menggunakan
akal secara otonom tanpa bantuan kekuatan jiwa, perasaan, dan iman. Hanya
mengandalkan kekuatan akal, tentu tidak akan bisa menyelamatkan bahtera
kemanusiaan dari kehancuran”.
la juga mengatakan: “Idealisme Barat sama
sekali bukan menjadi faktor utama dalam kehidupan mereka.” Misâligari Barat
memiliki arti “idealisme Barat”. Semua tuntutan serta ajaran-ajaran yang
diberikan budaya barat bagi manusia, dan berbagai aliran yang terdapat di sana,
muncul lantaran didorong oleh anggapan bahwa dirinya (Dunia Barat) mampu
menyelamatkan umat manusia.
Iqbal mengatakan bahwa aliran-aliran tersebut
pada kenyataannya tidak mampu menguraikan hakikat (orang) Barat, terlebih
menjadikannya manusiawi. Dengan ungkapan lebih jelas lagi, orang Barat dan dunia Barat banyak melakukan kebaikan dan tindakan
kemanusiaan sebatas dalam pembicaraan, tulisan, dan slogan-slogan retorik
belaka. Disebabkan ide-ide mereka semata-mata bersumber dari pemikiran akal dan
tidak melalui kekuatan jiwa, maka apapun yang mereka katakan tak akan pernah
berpengaruh dalam jiwa mereka sendiri. Orang Barat mengatakan bahwa
dirinya adalah manusia. Namun secara praktis mereka tidak memiliki
perikemanusiaan. Barat sangat getol menggembar-gemborkan hak asasi manusia.
Namun dalam praktik dan kenyataannya, mereka tak pernah menghargai manusia
beserta segenap hak asasinya. Melalui aliran budayanya, orang Barat meneriakkan
suara kebebasan. Tapi pada kedalaman jiwanya, ia tidak meyakini adanya
kebebasan. Mereka meneriakkan persamaan hak dan keadilan, namun dalam lubuk
jiwanya, semua itu sama sekali ditolaknya.
Iqbal mengatakan: Hasil semua itu adalah “keakuan” yang gamang (yaitu jiwa yang bimbang)
yang mana di tengah-tengah alam demokrasi tidak terdapat solidaritas satu sama
lain untuk mencari jati diri. “Keakuan” yang gamang yang disebarkan oleh
orang-orang Darwis, kelak menguntungkan kaum kapitalis. Dihasilkan dari apakah
seluruh suara keadilan yang digaungkan, serta seluruh aliran yang timbul di
Eropa yang saling berkontradiksi satu sama lain? Kepentingan kaum kapitalis
untuk mengambil keuntungan dari segenap upaya yang dilakukan kaum Darwis. Dan
pada saat bersamaan, kaum kapitalis tersebut juga mengambil keuntungan dari
bentuk aliran lainnya. Kemudian Iqbal menambahkan: “Percayalah dengan
ucapan saya, Eropa pada masa sekarang merupakan penghalang besar bagi kemajuan
moral umat manusia.”
Pendapat semacam ini acapkali disampaikan
dalam berbagai kesempatan. la memiliki hubungan yang kuat dengan kaum muslimin,
khususnya pemuda-pemudi muslim. Orang yang sedikit banyak mengenal fenomena
budaya Barat, pasti mengetahui padangan Iqbal tersebut.
Segenap kelemahan yang terdapat dalam budaya
dan peradaban Eropa, tidak terdapat dalam budaya dan peradaban Islam. Berbagai
kritikan tajam dan mendasar, yang ditujukan kepada budaya Eropa, tidak bisa
ditujukan kepada Islam. Atas dasar itu, dalam pembicaraan lain, Iqbal berupaya
keras mengintroduksikan fondasi-fondasi dan aspek-aspek kebudayaan serta
peradaban Islam. Saya ingin menelaah sebagian pembicaan Iqbal yang berkenaan
dengan hal tersebut. Setelahnya, saya akan mengkaji masalah yang berkenaan
dengan upaya menghidupkan pemikiran Islam. Iqbal mengatakan: “Kaum muslimin memiliki pemikiran yang
berdasarkan wahyu Ilahi yang merupakan kesempurnaan mutlak, karena Islam
menjelaskan sisi paling subtil dari intisari kehidupan yang menampilkan sebuah
warna spiritual. Garis spiritual kehidupan bagi kaum muslimin merupakan perkara
keyakinan (akidah). Dan untuk membela akidah ini, muslimin siap mengorbankan
jiwa dan raganya.” (Bersambung ke Bagian Kedua)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar