Oleh Idries
Shah
“Wahai
orang yang telah pergi dari kembali,
Namamu
telah hilang di antara nama-nama lain.
Kuku-kukumu
telah berubah menjadi kuku keledai ini:
Janggutmu,
ekormu, kini sangat berbeda”
Syair-syair (kuatrin) Umar Khayyam, putra
Ibrahim sang Pembuat Kemah (Khayyam), telah diterjemahkan hampir dalam setiap
bahasa dunia. Sama sekali tidak dapat dipercaya apabila dalam kehidupannya ia
dianggap sebagai penganut aliran Assassin (sekelompok pembunuh
bermotifkan politik), teman Nizham sang Wazir Agung, sebagai anggota istana dan
penggemar makanan serta minuman, oleh sebab berbagai terjemahan yang keliru.
Sudah menjadi anggapan umum bahwa Rubaiyat terjemahan
FitzGerald lebih merepresentasikan penyair Irlandia dibandingkan Persia. Namun
ini sebenarnya merupakan penilaian dangkal, karena Umar Khayyam
sebenarnya tidak merepresentasikan dirinya sendiri, namun sebuah madzhab
filosofi Sufi. Kita tidak hanya perlu mengetahui apa yang sebenarnya dikatakan
Umar Khayyam, namun kita juga perlu mengetahui apa maksud perkataannya.
Sebenarnya ada suatu hal menarik lebih lanjut
bahwa dalam pembauran berbagai gagasan dari beberapa penyair Sufi dan
mengangkat nama Umar Khayyam, FitzGerald tanpa disadari telah menggaris bawahi
pengaruh Sufi dalam kesusastraan Inggris. Marilah kita mulai mengamati
terjemahan FitzGerald. Dalam syair (kuatrin) 55, ia memaksakan
bahwa Umar Khayyam secara khusus menentang Para Sufi:
Buah
Anggur, mengandung sebuah Serat;
Laksana
urat melekat di Tubuhku — biarlah sang Sufi mencela;
Tentang
Logam Dasarku yang mungkin menyimpan sebuah Kunci,
Kunci
pembuka Pintu yang diratapnya dari luar.
Ini mengandung arti serta memberi kesan bahwa
Umar Khayyam menentang sang Sufi. Dan bahwa apa yang dicari sang Sufi
dapat ditemukan dalam metode Umar Khayyam, bukan (penemuan) dirinya sendiri.
Bagi pengamat biasa mana pun, puisi ini jelas menunjukkan ketidakmungkinan
bahwa Umar Khayyam adalah seorang Sufi. Para Sufi percaya bahwa dalam diri
manusia ada suatu unsur yang disemangati cinta, yang membukakan makna
pencapaian realitas sejati dan disebut makna mistikal.
Apabila kita kembali pada puisi orisinal dari
terjemahan syair (kuatrin) 55 ini untuk mengaman tentang
pencelaan Sufi atau sebaliknya, maka maksudnya, dengan menterjemahkannya dari
bahasa Persia, adalah:
Ketika
Sebab Azali menentukan wujudku
Aku
dianugerahi ajaran utama tentang Cinta.
Dan
terbentuklah belahan hatiku
Kunci
Perbendaharaan Mutiara dari makna mistikal.
Di sini tidak ada kata-kata Sufi, pintu,
meratap, mencela. Namun kata-kata yang digunakan adalah istilah-istilah teknis
Sufi.
Meskipun telah diakui secara umum bahwa Umar
Khayyam adalah seorang penyair yang tidak mendapat penghargaan di negerinya
sendiri sampai diperkenalkan kembali melalui apresiasi terjemahan FitzGerald di
Barat, ini pun tidak sepenuhnya akurat. Adalah benar bahwa Khayyam tidak
memperoleh penghargaan seuniversal Sa’di, Hafiz, Rumi dan penyair Sufi lainnya.
Pekerjaan mengumpulkan syair-syair yang disampaikan atas namanya memang
berbeda. Masih diragukan bahwa orang meneliti apakah ada di antara para Sufi yang
memperhatikan Umar Khayyam. Harus diakui, meskipun telah ada penyelidikan,
hanya sebagian kecil di antara mereka yang telah peduli untuk membahas masalah
ini sebagai pengamat.
Tugas berat dan seksama telah dicurahkan untuk
meneliti orisinalitas dan kemurnian syair-syair dari berbagai koleksi karya
Umar Khayyam. Dari sudut pandang Sufi, karena Umar Khayyam bukanlah guru dari
sebuah madzhab mistik melainkan ia adalah seorang guru mandiri, maka masalah
itu kehilangan kaitan. Para peneliti telah menunjukkan minat terhadap
kemungkinan pengaruh penyair buta Abu Ali Al-Ma’ari atas diri Umar Khayyam. Di
dalam Luzum yang ditulis segenerasi sebelum Khayyam, Al-Ma’ari
telah mempublikasikan berbagai puisi yang tampaknya mengingatkan pada karya
puitis Khayyam.
Al-Ma’ari telah menulis puisi yang senada
dengan puisi Umar Khayyam, demikian sebaliknya, sebagaimana akan dikatakan
seorang Sufi, karena mereka berdua menulis dari sudut pandang madzhab yang
sama. Khayyam mungkin telah menyitir Al-Ma’ari, laksana dua perenang saling
meniru ketika mereka berenang bersama, mempelajari baik secara terpisah atau
bersama-sama dari sumber yang sama.
Hal ini menimbulkan kebuntuan ketika beberapa
pengamat sastra meneliti satu segi karya, sementara pengamat lain (mistik)
terlibat dan terpengaruh dalam konteks tertentu.
Khayyam adalah suara sang Sufi dan bagi Sufi,
suara itu abadi. Puisi tidak akan terikat begitu saja pada teori pemusatan
waktu. Memang benar bahwa Khayyam diperhatikan kembali di Persia karena
popularitas terjemahan tersebut, jika kita setuju menafsirkan “Khayyam tidak
dikenal di kalangan non-Sufi sampai akhir-akhir ini di Persia. Namun melalui
berbagai upaya para sarjana Barat, karyanya telah dikenal luas di luar kalangan
Sufi di Persia.”
Profesor Cowell yang telah memperkenalkan Umar
Khayyam kepada FitzGerald dan menganggapnya sebagai orang Persia, menemukan
kandungan Sufistik dalam karya Umar Khayyam setelah berbagai diskusinya
dengan sarjana-sarjana India asal Persia. Beberapa sarjana menyimpulkan bahwa
mereka ini telah menyesatkan si Profesor. Beberapa pakar Barat tidak
mengungkapkan kandungan Sufi dalam karya Umar Khayyam. Sementara Pendeta Dr.
T.H. Weir, seorang ahli sastra Arab (Khayyam menulis karyanya dalam bahasa
Persia), menulis sebuah buku tentang Umar Khayyam yang di dalamnya
menyatakan dengan sangat jelas persoalan ini. “Yang benar adalah,” katanya
(dalam Umar Khayyam the Poet), “tidak mungkin seorang (sarjana)
membaca enam baris syair Umar Khayyam tanpa melihat bahwa tidak ada
mistisisme di dalamnya, apalagi dalam Burns.” Namun ia tidak
menjelaskan: apa jenis mistisisme yang diacunya, bagaimana ia
mengidentifikasikannya.
FitzGerald sendiri merasa kebingungan terhadap
pribadi Umar Khayyam. Ia kadangkala mengangap Umar Khayyam sebagai Sufi,
namun terkadang bukan. Padahal ia sendiri telah memahami sebagian besar
pemikiran Sufi. Heron-Allen, sarjana yang telah menganalisa secara sangat
seksama, menunjukkan bahwa bahan-bahan yang oleh banyak orang dianggap hasil
racikan FitzGerald, acapkali berasal dari penyair Persia lainnya. Para
pengarang Persia ini, yaitu para Sufi: Attar, Hafiz, Sa’di dan Jami, adalah
para penyair yang sejak Chaucer sangat berpengaruh di kalangan penulis Inggris.
Mungkin disengaja atau kebetulan, apabila
FitzGerald sebenarnya telah memahami berbagai ajaran Sufi dari naskah-naskah
asli bahasa Persia. Ajaran-ajaran ini begitu kuat dalam ingatannya sehingga
sangat membantu dalam menyunting Rubaiyat dalam bahasa
Inggris, meski kemudian dicampuradukkan dengan Umar Khayyam. Andaikata
FitzGerald mengetahui teknik ajaran tertentu yang diterapkan Umar Khayyam
— dengan mengikuti suatu garis pemikiran sehingga mengesankan
kedangkalannya — maka ia mungkin menguraikan pengaruh ajaran Umar Khayyam
secara lebih efektif.
FitzGerald juga telah keliru memahami tekanan
yang diberikan Umar Khayyam tentang kondisi Sufi yang mengalami
“Kemabukan”, sebagaimana terkandung dalam bait berikut ini:
Aku
tak bisa hidup tanpa anggur,
Tanpa
cangkir penuh dengan anggur,
aku
tak mampu membawa tubuhku
Aku
hamba sang nafas yang dikatakan Saki (Pemabuk)
“Minumlah
secangkir lagi” — tapi aku tak bisa.
Bait ini jelas mengacu pada kondisi pencapaian
di bawah bimbingan guru Sufi ketika suatu pengalaman ekstase berkembang menjadi
suatu persepsi nyata tentang dimensi rahasia di balik kemabukan metaforis itu.
Karya Umar Khayyam versi FitzGerald (bahasa Inggris) tidak pernah diperbaiki
lagi karena, agar berbagai gagasan Sufi bisa dikenal generasi secara luas,
harus ada kadar harmoni tertentu antara gagasan dan formulasi waktu.
Hal ini bukan berarti bahwa setiap orang bisa
melihat kandungan mistik dalam karya Umar Khayyam. Ia telah mengesankan Swinburne,
Meredith dan banyak orang yang mencari pola pemikiran non-konvensional. Namun
yang lain merasa bahwa dalam beberapa hal, kandungan mistik itu adalah suatu
ancaman bagi konvensi. Seorang pakar teologi ternama, Dr. Hastie, tidak
berusaha memahami kedalaman makna mistikal itu dalam karya Umar Khayyam.
Dalam versi FitzGerald, Dr. Hastie hanya
menemukan “sosok jenaka yang bersahaja, refleksi sangat dangkal dan syair-syair
gersang serta kontras”. FitzGerald sendiri telah mengkaji suatu “segi baru tentang
Umar Khayyam“, tentang kegelisahan “yang menyedihkan, penipuan diri, kultus
tidak wajar atas dirinya oleh orang-orang fanatik”. “Kultus” ini merupakan
“suatu kegilaan retoris dan delusi, kegandrungan dan pemujaan semu”.
Apakah pendeta yang terhormat itu merasa
terancam oleh orang yang bagaimanapun hanyalah “sosok bijak yang agak gila,
berandalan pengecut, pailit dan pembual buta yang suka menggertak?” Umar
Khayyam bisa jadi kerapkali dipahami di Timur maupun Barat sedemikian rupa.
Yang sangat mengkhawatirkan adalah begitu banyak mahasiswa Muslim yang
berbahasa Inggris di India terlampau meminati Khayyam dari terjemahan
FitzGerald itu. Namun setidaknya seorang teolog Muslim telah mengedarkan suatu
peringatan. Dalam The Explanation of Khayyam (Molvi Khanzada,
Lahore, 1929), sebuah pamflet yang beredar luas, ia telah berusaha sebisa
mungkin membawa masalah itu ke dalam perspektifnya sendiri. Pertama ia
membuktikan, dan bukan tanpa alasan, bahwa FitzGerald sebenarnya tidak
mengetahui bahasa Persia dengan baik. Kedua, ia menegaskan bahwa
Cowell juga tidak tahu bahasa Persia dengan baik (tulisan mereka berdua seperti
cakar ayam, seperti tulisan anak kecil). Orang yang ingin mengkaji Khayyam
pertama kali seharusnya mempelajari bahasa Persia, bukan bahasa Inggris. Bahkan
sebelum mengkaji Khayyam, ia harus mampu memahami dasar-dasar Islam secukupnya
sebelum memasuki materi pelik seperti Sufisme. Akhirnya, Khayyam merupakan
sebuah istilah generik yang diterapkan para Sufi sebagai suatu metode pengajaran,
yang bila dikaji sendiri tanpa mengacu pada kitab-kitab lain dan tanpa
bimbingan seorang guru pasti akan menyesatkan.
Ummar Khayyam adalah sebuah kultus agung di
Inggris. Para pemujanya telah membentuk kelompok-kelompok, menaburi bunga mawar
Nisyapur di atas pusara FitzGerald, dan menirukan syair-syairnya. Kultus ini
sangat banyak, padahal kita tahu bahwa manuskrip tertua ditulis tiga ratus lima
puluh tahun setelah kematian sang pengarang — hampir seperti kita semua tahu
tentang St. John of the Cross berdasarkan sebuah dokumen yang ditulis
akhir-akhir ini dan harus mendasarkan pemahaman kita dari dokumen itu serta
sebagian kecil dokumen lainnya.
Dari sudut pandang Sufi, puisi Umar Khayyam
mempunyai berbagai manfaat, entah dikaji untuk menjelaskan maknanya semata,
entah dibacakan dengan syarat-syarat tertentu untuk meningkatkan taraf-taraf
kesadaran, entah “mengungkap rahasianya” untuk digunakan sebagai materi kajian
Sufi. Itulah sebagian warisan Sufi, dan sebagaimana telah memainkan peran
komprehensif, pemahamannya sendiri merupakan pola pemikiran khas Sufi.
Ada laporan bahwa Khan Jan-Fishan Khan,
pemimpin Sufi Hindu-Kush dan guru utama yang agung pada abad kesembilan belas,
telah menggunakan syair-syair Umar Khayyam dalam pengajarannya. Seorang
muridnya melaporkan:
Tiga anggota baru datang menemui Khan. Ia
menerima mereka dan memerintahkan mereka untuk mempelajari Khayyam dengan
tujuan menjajaki tanggapan mereka. Seminggu kemudian mereka datang melaporkan
di hari resepsinya. Orang pertama mengatakan bahwa pengaruh syair-syairnya
telah mendorongnya untuk berpikir dan memikirkan apa yang belum dipikirkannya
sebelumnya. Orang kedua mengatakan bahwa ia pikir Khayyam adalah seorang
klenik. Orang ketiga merasa bahwa ada beberapa misteri mendalam pada diri Umar
Khayyam dan ia berharap bisa memahaminya kemudian. Orang pertama langsung
diterima sebagai muridnya. Orang kedua dikirim ke guru lain. Orang ketiga
dikirim kembali untuk mempelajari Khayyam. Seorang murid bertanya kepada Khan,
apakah hal itu adalah cara menilai potensialitas calon Sufi. “Kita telah
mengetahui satu hal tentang mereka, yaitu kemampuan intuitif mereka,” kata sang
Guru, “tapi apakah kalian menganggap beberapa ujian itu adalah suatu latihan.
Lebih dari itu, hal itu berfungsi untuk melatih pengamatan secara lebih baik.
Itulah Sufisme — sebaliknya, jika kalian suka, itulah cara belajar, perasaan
dan interaksi antara manusia dan pikiran.”
Suatu hari saya (Idries Shah) hadir ketika
seorang pengikut Umar Khayyam berkebangsaan Jerman menyampaikan dengan antusias
sebuah analisa panjang lebar tentang Umar Khayyam dan berbagai acuannya kepada
seorang Guru Sufi. Diawali dengan anggapan bahwa Umar Khayyam telah
diungkap von Hammer hampir empat puluh tahun sebelum Cowell dan FitzGerald, ia
mengakhiri dengan mengemukakan kelegaannya sendiri bahwa Rubaiyat mencakup
hampir setiap teori filsafat.
Orang bijak itu menyimaknya dengan tenang
kemudian menyampaikan cerita berikut ini:
Seorang sarjana menemui seorang guru Sufi dan
bertanya kepadanya tentang tujuh filsuf Yunani yang lari ke Persia menghindari
tirani Justinian, yang telah menutup sekolah-sekolah filsafat mereka. “Mereka
termasuk kelompok kami,” jawab guru Sufi itu. Yang menggembirakan, sarjana itu
pergi untuk menulis sebuah risalah tentang asal-usul pemikiran Yunani terhadap
para Sufi. Suatu hari ia menemui seorang musafir Sufi yang mengatakan, “Guru
Halimi dan Rumi yang agung mengutip Yesus sebagai seorang guru Sufi.” “Mungkin
maksudnya bahwa pengetahuan Yunani telah menyebar di kalangan Kristen dan
Sufi,” pikir si sarjana. Ia menulis hal ini di dalam risalahnya. Dalam sebuah
perjalanan suci, guru yang berpikiran orisinal itu telah melintasi kota
kediaman si sarjana. Ketika bertemu dengannya, ia berkata, “Para penentang itu
dan beribu-ribu orang yang tak dikenal adalah kelompok kami.”
Sahabat saya, sang Sufi, telah mengamati
secara seksama skolastik Jerman. “Anggur mengandung air, gula, sari buah dan
warna. Raciklah semua itu, niscaya engkau tak akan bisa menghasilkan anggur.”
“Kami sedang duduk di sebuah ruangan. Seseorang mengira, ‘Rumah Cina mempunyai
banyak kamar. Oleh karena itu, semua ruang ini meniru rumah Cina. Di sini juga
ada karpet, ini dipengaruhi Mongol. Seorang pelayan kemudian masuk — tentu saja
ini adalah kebiasaan Romawi; atau kebiasaan Fir’aun? Sekarang, melalui jendela
aku melihat seekor burung. Penelitian menunjukkan bahwa burung-burung yang
bertengger dan dilihat melalui jendela tentu saja sesuai dengan kebiasaan orang
Mesir kuno. Alangkah menakjubkan perpaduan dari warisan kebiasaan di rumah
ini!’ Apa pendapatmu tentang seorang manusia?”
Teori Umar Khayyam yang disebut
transmigrasi itu telah diapresiasi oleh Profesor Browne, salah seorang pakar
sastra Persia berkebangsaan Inggris dan pengarang buku pegangan, Literary
History of Persia. Ia telah mengutip sebuah dongeng dari penyair Sufi ini,
dan dianggap membuktikan bahwa ia percaya pada reinkarnasi.
Konon penyair ini melewati sebuah padepokan
tua di Nisyapur (Persia) beserta sekelompok muridnya. Sekelompok keledai masuk
ke dalamnya dengan membawa batu-bata untuk perbaikan bangunan itu. Namun salah satunya
enggan melewati pintu gerbangnya. Umar Khayyam melihat peristiwa ini lalu
tersenyum dan menaiki keledai itu sambil melantunkan sebuah syair secara
spontan beikut ini:
Wahai
orang yang telah pergi dari kembali,
Namamu
telah hilang di antara nama-nama lain.
Kuku-kukumu
telah berubah menjadi kuku keledai ini:
Janggutmu,
ekormu, kini sangat berbeda.
Keledai pandir itu kini leluasa memasuki
halaman padepokan. Dengan kebingungan, muridnya bertanya, “Wahai orang Bijak,
apa maksudnya ini?” “Jiwa yang kini ada di dalam keledai itu adalah jiwa dari
tubuh seorang guru di padepokan ini. Tentu saja ia enggan masuk ke dalamnya
sebagai seekor keledai. Kemudian, dengan menunjukkan bahwa ia diakui sebagai
seorang guru, maka ia pasti masuk ke lingkungan ini.”
Namun Umar Khayyam bukan sedang (sebagaimana
dikira kalangan eksternalis) menunjukkan bahwa beberapa unsur entitas manusia
dapat masuk ke dalam tubuh makhluk hidup yang lain, dan juga tidak untuk
mengambil suatu kesempatan menandingi skolastisisme gersang di zamannya,
ataupun sedang menunjukkan bahwa ia mempengaruhi keledai dengan syair itu. Jika
ia tidak menunjukkan apa-apa di hadapan muridnya, tidak melontarkan sebuah
gurauan, bukan melakukan suatu perbuatan misterius, tidak berkhotbah tentang
suatu bentuk reinkarnasi dan menggubahnya secara esensial, lalu apa yang
dilakukannya?
Ia sedang melakukan apa yang biasa dilakukan
oleh guru Sufi— memberikan pengaruh kompleks demi kebaikan murid, membiarkan
mereka melibatkan diri ketika menyertai seorang guru melalui sebuah pengalaman
komprehensif. Ini adalah suatu bentuk komunikasi demonstratif yang hanya
dikenal oleh mereka yang telah mengalami pahit getir latihan sebuah madzhab
Sufi. Proses itu diuraikan dengan pemahaman dalam suatu upaya menghubungkannya
dengan peristiwa tunggal, bahkan peristiwa ganda, untuk tujuan rasional, namun
arti tujuan rasional ini dilepaskan. Murid mempelajari melalui metode itu dan
tidak mungkin disampaikan dengan metode lain mana pun. Mereproduksinya dengan
cara tertentu, kecuali menambah sebuah peringatan dengan mencoba menunjukkan
karakter khusus. Situasi ini setidaknya akan tampak kabur bagi kebanyakan
pengamat serius.
Nama Umar Khayyam yang dipilih untuk dirinya —
Umar Khayyam Khayyam – mengungkapkan beberapa jenis rahasia bagi Ghaqi —
sang Dermawan (Orang yang sangat suka berbuat baik), sebuah nama yang digunakan
untuk orang yang tidak peduli pada hal-hal duniawi biasa. Hilangnya perhatian
itu mencegah dirinya untuk mengembangkan persepsi dari dimensi lain. Salah satu
pembelaan para penyair terhadap Umar Khayyam dalam melawan pemikir mekanis —
akademis atau emosional — mungkin masih digunakan sebagai justifikasi untuk
mencela pengkritiknya yang arogan dan para pengulas:
Wahai
orang yang tidak mengerti,
Jalan
itu bukan ini dan itu!
(Diterjemahkan dari Bahasa
Ingris oleh M. Hidayatullah dan Roudlon, S.Ag).
Keterangan foto: Female whirling dervishes perform during the 'Holy Birth Week'
celebrations marking ProphetMuhammad's
birth in Istanbul, Turkey on April 28, 2014. The Holy Birth Week dedicated to
mark the holy birth of Muslims' beloved Prophet Muhammad,
has been commemorated in Turkey since 1989 with lectures, workshops, and
scholarly meetings to draw attention to the life of Prophet Muhammad and his teachings. Muslims in Turkey celebrate the week with joy
and anticipation as they venerate ProphetMuhammad and his message to all. April 28, 2014| Credit:
Anadolu Agency
Tidak ada komentar:
Posting Komentar